Mochtar Lubis (quote)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzL96N95WCOTauwSk1xOEr_2f_is4ChEA_UhGBH_nVqloiLp0WdFSRcmsuWWW4X_jt34rYPNOmrB2-Wx0ghnFrqLezBTxnPIsq7lmI4vseyaZFVN-uPzl-HBGr7CKnYx-EWfnVwvDCERk/s1600/Mochtar-Lubis-Twilight-In-Jakarta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzL96N95WCOTauwSk1xOEr_2f_is4ChEA_UhGBH_nVqloiLp0WdFSRcmsuWWW4X_jt34rYPNOmrB2-Wx0ghnFrqLezBTxnPIsq7lmI4vseyaZFVN-uPzl-HBGr7CKnYx-EWfnVwvDCERk/s1600/Mochtar-Lubis-Twilight-In-Jakarta.jpg" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><div style="text-align: justify;">Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No End, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN 1952; cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalahKisah tahun 1953; kumpulan cerpennya Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K; dan novelnya Maut dan Cinta(1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><i>“Saya sudah tahu -- semenjak semula -- bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan habis-habisnya kita tempuh. Mulai dari sini, terus, terus, terus, tidak ada ujungnya. Perjuangan ini,meskipun kita sudah merdeka,belum juga sampai ke ujungnya. Dimana ujung jalan perjuangan dan perburuan manusia mencari bahagia? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh dan rintangan2 yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satu muncul yg lain,demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalan perjuangan,maka itu jalan tak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku, semuanya telah memilih jalan perjuangan.”</i>  ― Mochtar Lubis, Jalan Tak Ada Ujung</div><div><br /></div><div><div><i>“Jika engkau besar, jangan sekali-kali kau jadi pegawai negeri.Jadi pamong praja! Mengerti? </i><i>Sebab sebagai pegawai negeri orang harus banyak menjalankan pekerjaan yang sama sekali tak disetujuinya. Bahkan yang bertentangan dengan jiwanya. Untuk kepentingan orang yang berkuasa, maka sering pula yang haram menjadi halal, dan sebaliknya.”  </i>― Mochtar Lubis, Kuli Kontrak </div></div><div><br /></div><div>disarikan dari : Wikipedia.com & Goodreads.com</div></div></span>

Mochtar Lubis (quote)

Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis...

Baca selengkapnya »

A.A Navis (quote)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVIitongOOODLnpSnlaiaVPFUP1bAY7jTtECVhMr5GplJuD7mLByjHUXqGXz-cbIF6CXkXF3CkqovV5Ig2X-hEnRI6LdZtlcaSj4xscWXiVIPhIsenlN_9Gk3OlS-fhuWd_EQ_GV3D0KA/s1600/aa+navis.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVIitongOOODLnpSnlaiaVPFUP1bAY7jTtECVhMr5GplJuD7mLByjHUXqGXz-cbIF6CXkXF3CkqovV5Ig2X-hEnRI6LdZtlcaSj4xscWXiVIPhIsenlN_9Gk3OlS-fhuWd_EQ_GV3D0KA/s1600/aa+navis.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.</span></div><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /><div style="text-align: justify;"><b>Dari SD sampai perguruan tinggi, orang hanya boleh menerima, tidak diajarkan mengemukakan pikiran. Anak-anak tidak diajarkan pandai menulis oleh karena menulis itu membuka pikiran. Anak-anak tidak diajarkan membaca karena membaca itu memberikan anak-anak perbandingan-perbandingan. Di perguruan tinggi orang tidak pandai membaca, orang tidak pandai menulis, jadi terjadi pembodohan terhadap generasi-generasi akibat dari kekuasaan.</b></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Jadi, menurutnya, model pendidikan sastra atau mengarang di Indonesia sekarang merupakan strategi atau pembodohan, agar orang tidak kritis. Maka, ia berharap, strategi pembodohan ini harus dilawan, harus diperbaiki. "Tapi saya pikir itu kebodohan. Orang Indonesia tidak punya strategi. Strategi ekonomi Indonesia itu apa? Strategi politik orang Indonesia itu apa? Strategi pendidikan orang Indonesia itu apa? Strategi kebudayaan orang Indonesia itu apa? Mau dijadikan apa bangsa kita? Kita tidak punya strategi. Oleh karena itu kita ajak mereka supaya tidak bodoh lagi," katanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Maka, andai ia berkesempatan jadi menteri, ia akan memfungsikan sastra. "Sekarang sastra itu fungsinya apa?" tanyanya lirih. Pelajaran sastra adalah pelajaran orang berpikir kritis. Orang berpikir kritis dan orang memahami konsep-konsep hidup. Kita baca, karya mana saja yang baik, itu berarti menyuruh orang berpikir berbuat betul. Lalu karya-karya itu konsepnya yang jahat lawan yang buruk. Dalam karya sastra bisa terjadi yang jahat itu yang dimenangkan, tapi bukan artinya sastra memuja yang jahat. Ia melihat, perkembangan sastra di Indonesia sedang macet. Banyak karya-karya sastra di Indonesia menceritakan hal-hal orang-orang munafik. Diajarkan itu ke anak-anak tentang orang munafik di tengah masyarakat kita yang banyak munafik. Anak-anak kan jadi tajam. Oleh karena itu pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik, umpamanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Hal ini tak terlepas dari mental korup para elit bangsa ini. Maka andai ia diberi pilihan alat kekuasaan, atau menulis dan berbicara, yang dia pilih adalah kekuasaan. Untuk apa? Untuk menyikat semua koruptor. Walaupun ia sadar bahwa mungkin justeru ia yang orang pertama kali ditembak. Sebab, "semua orang tidak suka ada orang yang menyikat koruptor," katanya seperti pesimis tentang kekuatan pena untuk memberantas korupsi. (Wikipedia)</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div></span>

A.A Navis (quote)

Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) a...

Baca selengkapnya »

Naguib Mahfouz (quote)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4gl6y5MpK5Mi3ory9vUMg4ISsCoCoqAnayAZ9PC7c5e-dE_xbXLpER4jQa6-F3m5bkb0Zszjl-wejwO4dpBwSgNe9LS4ahf-GVKKh0uJM9jg5VyV6jSpdDpTLJYzMiADL0HXhFSqe8Us/s1600/Mahfouz,Naguib.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4gl6y5MpK5Mi3ory9vUMg4ISsCoCoqAnayAZ9PC7c5e-dE_xbXLpER4jQa6-F3m5bkb0Zszjl-wejwO4dpBwSgNe9LS4ahf-GVKKh0uJM9jg5VyV6jSpdDpTLJYzMiADL0HXhFSqe8Us/s1600/Mahfouz,Naguib.jpg" /></a></div><br /><div class="copy-paste-block" style="text-align: center;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></div><div class="copy-paste-block" style="text-align: center;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">I started writing while I was a little boy. Maybe it's because I was reading a lot of books I admired, and thought that I would like to write something like that someday. Also, my love for good writing pushed me.</span> <span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /><b>Naguib Mahfouz</b><span> </span></span></div><div class="copy-paste-block"><span> </span></div><div class="copy-paste-block"><span> </span></div><div class="copy-paste-block" style="text-align: right;"><span style="font-size: x-small;"><span>sumber :  http://www.brainyquote.com</span></span></div><div class="copy-paste-block"><span> </span></div>

Naguib Mahfouz (quote)

  I started writing while I was a little boy. Maybe it's because I was reading a lot of books I admired, and thought that I would like t...

Baca selengkapnya »

Widji Thukul (quote)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFychaKzM8S4Yj3iw4TwtK4VB7xcKhopVpym057H8hkIbE4QzNVDvRhG7wpi4xwPLp5UXTJuVqWXSx6VXZEEw8o9Fa1zhN6dyNFOAN6pjQSxEu3qtO4_egKhUuoc_b00XEB5_Yu6y_3uM/s1600/wiji-tukul.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="425" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFychaKzM8S4Yj3iw4TwtK4VB7xcKhopVpym057H8hkIbE4QzNVDvRhG7wpi4xwPLp5UXTJuVqWXSx6VXZEEw8o9Fa1zhN6dyNFOAN6pjQSxEu3qtO4_egKhUuoc_b00XEB5_Yu6y_3uM/s1600/wiji-tukul.jpg" width="640" /></a></div><div><br /></div><div style="text-align: center;">sumber gambar : www.sesawi.net</div><div style="text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="background: white; font-family: Arial, sans-serif;">Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah seorang penarik<span class="apple-converted-space"> </span></span><span style="font-family: Arial, sans-serif;"><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">becak</span><span style="background: white;"><span style="text-align: start;">, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">keluarga</span><span style="background: white;"><span style="text-align: start;">.</span> <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="background: white; font-family: Arial, sans-serif;">Mulai menulis</span> <span style="font-family: Arial, sans-serif;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Puisi" title="Puisi"><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">puisi</span></a><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">Teater Jagat</span><span style="background: white;"><span style="text-align: start;">, ia pernah<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">ngamen</span><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">puisi keluar masuk kampung dan kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Calo&action=edit&redlink=1" style="text-align: start;" title="Calo (halaman belum tersedia)"><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">calo</span></a><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">karcis<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">bioskop</span><span style="background: white;"><span style="text-align: start;">, dan menjadi tukang<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pelitur&action=edit&redlink=1" style="text-align: start;" title="Pelitur (halaman belum tersedia)"><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">pelitur</span></a><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">di sebuah perusahaan mebel. <o:p></o:p></span></span></span></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><br /></div><br /><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="background: white; font-family: Arial, sans-serif;">Pada<span class="apple-converted-space"> </span></span><span style="font-family: Arial, sans-serif;"><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">Oktober</span><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">1989, Thukul menikah dengan istrinya Siti Dyah Sujirah alias Sipon yang saat itu berprofesi sebagai<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">buruh</span><span style="background: white;"><span style="text-align: start;">. Tak lama semenjak pernikahannya, Pasangan Thukul-Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="background: white; color: black; mso-themecolor: text1; text-decoration: none; text-underline: none;">Desember</span><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><span style="text-align: start;"> </span></span><span style="background: white;">1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah. (Wikipedia)</span></span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, sans-serif;"><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><br /></span></span></span></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, sans-serif;"><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><br /></span></span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnph9BU4DFe4d2wTu4v9ZsPngfbzg3W138n4AYxy5mvMyrUxm-C2_i4x4ZYB9pETFN3Aze7NHoD9VRjXfZfAqV2a3B9qRRkq5C_41O7J6Emy7Ot3kY00ji1sUlr8lnwrg6Usqn4wgI-g0/s1600/widji.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnph9BU4DFe4d2wTu4v9ZsPngfbzg3W138n4AYxy5mvMyrUxm-C2_i4x4ZYB9pETFN3Aze7NHoD9VRjXfZfAqV2a3B9qRRkq5C_41O7J6Emy7Ot3kY00ji1sUlr8lnwrg6Usqn4wgI-g0/s1600/widji.png" width="235" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, sans-serif;"><span class="apple-converted-space"><span style="background: white;"><br /></span></span></span></div>

Widji Thukul (quote)

sumber gambar : www.sesawi.net Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga sederhana. Ay...

Baca selengkapnya »

Gang Dolly - In Memoriam (2014)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVABcP6k-lEb2YQM4dqTJ6Y-1g9-ry0gHnDcfT129um1LNXsdmsEdl5qKVn_hRxlqtFGnGq1iERqqM43WZZKYNwsQ3A75mT6yAn7dgi2CPUKYuqGLYwW-DJAUXdE4wM4RCl4HDWB18_zA/s1600/dolly+in+memoriam.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVABcP6k-lEb2YQM4dqTJ6Y-1g9-ry0gHnDcfT129um1LNXsdmsEdl5qKVn_hRxlqtFGnGq1iERqqM43WZZKYNwsQ3A75mT6yAn7dgi2CPUKYuqGLYwW-DJAUXdE4wM4RCl4HDWB18_zA/s1600/dolly+in+memoriam.png" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8t5TCzw1iFvr-IglQSxAxajw2bmQAGTU9i4Xkxhm2SUXI97YVBlhJCh9srZ33slJoxr68M1riTXjHH31UwRrahlGc8HAXRVGhzY55N4-gn4J0eRhNLcxSbNcS4c6aCLr0x9EQKny_f2s/s1600/dolly+2.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8t5TCzw1iFvr-IglQSxAxajw2bmQAGTU9i4Xkxhm2SUXI97YVBlhJCh9srZ33slJoxr68M1riTXjHH31UwRrahlGc8HAXRVGhzY55N4-gn4J0eRhNLcxSbNcS4c6aCLr0x9EQKny_f2s/s1600/dolly+2.png" /></a></div><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /><div style="text-align: justify;">Sejarah mencatat, kawasan Dolly rupanya dahulu adalah tempat pemakaman warga Tionghoa pada zaman penjajahan Belanda. Namun pemakaman ini disulap oleh seorang Noni Belanda bernama Dolly sebagai tempat prostitusi khusus bagi para tentara negeri kincir angin itu. Bahkan keturunan tante Dolly juga disebut-sebut masih ada hingga kini malah tidak meneruskan bisnis esek-esek ini.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sebagai pencetus komplek lokalisasi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya ini maka perempuan dengan sebutan tante Dolly itu kemudian dikenal sebagai tokoh melegenda tentang asal muasal terbentuknya gang lokalisasi prostitusi tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dalam beberapa kisah tutur masyarakat Surabaya, awal pendiriannya, tante Dolly hanya menyediakan beberapa gadis untuk menjadi pekerja seks komersial. Melayani dan memuaskan syahwat para tentara Belanda. Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan para gadis asuhan tante Dolly tersebut mampu menarik perhatian para tentara untuk datang kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyarakat luas. Tidak hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, namun warga pribumi dan saudagar yang berdagang di Surabaya juga ikut menikmati layanan PSK. Sehingga kondisi tersebut berpengaruh kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dolly juga menjelma menjadi kekuatan dan sandaran hidup bagi penduduk di sana. Terdapat lebih dari 800 wisma esek-esek, kafe dangdut dan panti pijat plus yang berjejer rapi. Setidaknya setiap malam sekitar 9.000 lebih penjaja cinta, pelacur di bawah umur, germo, ahli pijat siap menawarkan layanan kenikmatan kepada para pengunjung.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tidak hanya itu, Dolly juga menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir, dan calo prostitusi. Semua saling berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kisah lain tentang Dolly juga pernah ditulis Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam buku berjudul "Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly" yang diterbitkan Grafiti Pers, April 1982. Dalam buku itu disebutkan dulu kawasan Dolly merupakan makam Tionghoa, meliputi wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Baru sekitar tahun 1966 daerah itu diserbu pendatang dengan menghancurkan bangunan-bangunan makam. Makam China itu tertutup bagi jenazah baru, dan kerangka lama harus dipindah oleh ahli warisnya. Ini mengundang orang mendapatkan tanah bekas makam itu, baik dengan membongkar bangunan makam, menggali kerangka jenazah, atau cukup meratakan saja.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Setahun kemudian, 1967, muncul seorang pelacur wanita bernama Dolly Khavit di kawasan makam Tionghua tersebut. Dia kemudian menikah dengan pelaut Belanda, pendiri rumah pelacuran pertama di jalan yang sekarang bernama Kupang Gunung Timur I. Wisma miliknya antara lain bernama T, Sul, NM, dan MR. Tiga di antara empat wisma itu disewakan pada orang lain. Demikian asal muasal nama Dolly.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dolly semakin berkembang pada era tahun 1968 dan 1969. Wisma-wisma yang didirikan di sana semakin banyak. Adapun persebarannya dimulai dari sisi jalan sebelah barat, lalu meluas ke timur hingga mencapai sebagian Jalan Jarak. </div></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><a href="https://id.berita.yahoo.com/sejarah-gang-dolly-sampai-terbesar-di-asia-tenggara-014600826.html">(sumber : https://id.berita.yahoo.com/sejarah-gang-dolly-sampai-terbesar-di-asia-tenggara-014600826.html</a></span><br /></span><br /><br /></div>

Gang Dolly - In Memoriam (2014)

Sejarah mencatat, kawasan Dolly rupanya dahulu adalah tempat pemakaman warga Tionghoa pada zaman penjajahan Belanda. Namun pemakaman ini dis...

Baca selengkapnya »

Cinta –suatu ketika (Cerpen)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVrgSwBwvnYDg_gEcGC4UKvEQT9WGMoQ7FxSy7jXzAyYw_QlPriDCSN_cg3CreACunXqPewROo_B4_7MwrrRerDiD42SqNHfpl-0CJqE5lAOksKs5XQmaQvs1cTcJiHDk9bF1JDySKtek/s1600/photography-classes.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVrgSwBwvnYDg_gEcGC4UKvEQT9WGMoQ7FxSy7jXzAyYw_QlPriDCSN_cg3CreACunXqPewROo_B4_7MwrrRerDiD42SqNHfpl-0CJqE5lAOksKs5XQmaQvs1cTcJiHDk9bF1JDySKtek/s1600/photography-classes.jpg" width="400" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><div class="Default" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US" style="color: windowtext;">“Even so, in death the same unknown will appear as ever known to me. And</span><span lang="EN-US"> because I love this life, I know I shall love death as well.”  (<b><i>Gitanjali</i></b>, Rabindranat Tagore)<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tuhan, lindungilah Karin, kumohon …”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar tertunduk dalam-dalam. Jemarinya bertaut bergenggaman. Dilafalkannya doa-doa sepenuh hati.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“jangan sekarang, Tuhan. Beri dia kesempatan,” wajahnya yang tirus menunduk. Ujung kelopak matanya melelehkan air mata.    <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">Detak waktu melambat. Sunyi. Senyap. Tarikan nafas -hembusan nafas</span>, tak terasa lagi<span lang="EN-US">. <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lantas ditatapnya ruang operasi penuh duga. <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tidak, Karin pasti selamat. Dia harus selamat,” Danar  menyemangati diri. Ia tak ingin menduga-duga.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Masih teringat wajah layu Karin yang limbung di pangkuannya. Darah mengalir dari dadanya. <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“Karin, ya Tuhan,” batin Danar pecah mengingat kejadian beberapa jam lalu. Ia </span>kembali <span lang="EN-US">melafalkan doa sepenuh hati.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karintyas, semua kejadian memang ada awalnya.  <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><i><span lang="EN-US">Ya Tuhan,</span></i><span lang="EN-US"> Danar menggeleng tak percaya. Perlahan-lahan ingatannya dikacaukan suasana hati. Isi kepalanya berbayang-bayang segala sesuatu </span>tentang <span lang="EN-US">Karin.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">Karintyas Ayuningrum. Pertemuan pertamanya </span>d<span lang="EN-US">i depan Taman Ismail Marzuki, di areal parkir, di depan gedung bercungkup yang memanggul teropong pengintip langit. Karin </span>ketika<span lang="EN-US"> itu sedang asyik membidikkan kameranya. Dengan dandanan nyentrik : celana kargo, kaos lengan pendek, rambut panjang</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">terurai –perempuan itu asyik menyendiri menikmati kebebasannya. </span><span lang="EN-US"> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“DLSR tipe D7000</span>,<span lang="EN-US">fitur kamera yang lumayan sempurna,”</span>demikian Danar membuka percakapannya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">Karin sejenak memandang</span>. <span lang="EN-US">Menyelidik. Ia tak lantas menimpali.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>lu fotografer <span lang="EN-US">?” <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“sebenarnya enggak, hanya saja </span>gue<span lang="EN-US"> punya kawan yang hobi fotografi,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“oh, gitu,” Karin berseloroh. Tangannya lantas membidik beberapa obyek humaniora di sekitarnya. </span>Crrt crrt !<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>lu<span lang="EN-US"> sendiri ngapain ?” Karin menilik sekilas. <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“nggak ngapa-ngapai</span>n,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“nggak ngapa-ngapain ?!! aneh,” Karin tersenyum tak percaya. Danar nyengir sekenanya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“<span lang="EN-US">Suntuk aja bawaannya. Pengen cari suasana segar,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“suntuk ?</span>!<span lang="EN-US"> hmm ..” Karin mengaitkan alis<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“iya. </span>Gue s<span lang="EN-US">untuk.”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>hidup terlalu indah buat  dipake suntuk,” Karin menggeleng pelan, “pasti masalah <span lang="EN-US">kerjaan</span>,<span lang="EN-US">” </span>lanjut Karin yang menebak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“<i>yup</i>. kerja</span>an<span lang="EN-US">”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“<i>alaaahh</i> .. nggak usah mikirin kerjaan</span> nyampe terlalu<span lang="EN-US">, </span>m<span lang="EN-US">ikirin kerjaan nggak ada habisnya. </span>Lu<span lang="EN-US">digaji saat kerja doang. Sepulang kerja, lupain masalah kantor</span>. <span lang="EN-US">Itu waktu buat</span><span lang="EN-US"> </span>nyenangin diri, <span lang="EN-US">keluarga</span>,<span lang="EN-US"> ato teman</span> lu<span lang="EN-US">,” Karin berkata sembari menjepretkan kameranya ke beberapa sudut<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“apa bis</span>a<span lang="EN-US"> begitu ?” kejar Danar<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“yaa, itu sih terserah </span>lu kalo emang <span lang="EN-US">penyakitan</span><span lang="EN-US"> </span><i>workaholic</i><span lang="EN-US">, kalo menurut</span> gue<span lang="EN-US"> sih, masalah kantor berhenti saat jam </span>kerja <span lang="EN-US">berakhir, toh </span>gue<span lang="EN-US"> nggak dikasih </span>duit<span lang="EN-US"> lembur buat mikirin kerjaan,” Karin tersenyum manis. <o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“<i>Zendagi migzara</i>,” </span>lanjutnya<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“apaan ?”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“<i>Zendagi migzara</i>. Live will always go on, itu bahasa </span>Afghan<span lang="EN-US">.”</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">Karin berkata sembari melangkah pergi.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>eit,<span lang="EN-US"> tunggu, kita belum kenalan,”</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">kejar</span> Danar, <span lang="EN-US">“gu</span>e <span lang="EN-US">Danar, lu ?”</span> ujarnya mengulurkan tangan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>gue<span lang="EN-US"> Karin. Karintyas Ayuningrum.”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“boleh </span>gue <span lang="EN-US">ikut keliling ?”</span> Danar nyengir. Karin berpikir sejenak. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sekalian gue ngilangin suntuk,” Danar mencoba meyakinkan. Dipandangnya Karin yang tengah berpikir.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>oke, asal lu jangan pasang tampang suntuk, gue ogah ikut-ikutan nggak <i>mood</i><span lang="EN-US">,”</span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“beres,” Danar tersenyum bahagia.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">M</span>e<span lang="EN-US">reka </span>kemudian berkeliling di sekitaran TIM. Menemui<span lang="EN-US"> penyair </span>t<span lang="EN-US">ua yang menjaga </span>toko <span lang="EN-US">buku di gedung</span> belakang, m<span lang="EN-US">encari obyek foto</span> di antara bocah-bocah teater yang tengah berlatih pementasan, ekspresi yang  muncul dirasa sangat menarik. Karin tak henti-hentinya mengambil gambar.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“kenapa lu suka fotografi ?”</span> benak Danar tergelitik melihat Karin sedemikian serius.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“pertanyaan aneh,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>loh, <span lang="EN-US">kok </span> aneh<span lang="EN-US">?”</span> Danar bereaksi spontan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“ni pertanyaan serius ?” Karin ganti bertanya</span>. Ia menoleh ke arah Danar. Saat dirasanya Danar memasang tampang serius, Karin lantas tersenyum.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US"> “bagi</span> gue<span lang="EN-US">, fotografi itu penghargaan terhadap peristiwa. Ada obyek, ada waktu, ada pula aktifitas. Ketiga unsur itu terangkai</span> dan punya cerita,” Karin berkata lepas. Tangannya kemudian bergerak membidik obyek di depannya –gadis kecil yang tengah memainkan perannya sebagai puteri.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“<span lang="EN-US">Foto mengabadikan peristiwa dalam sepersekian detik. Dan, </span>mustahil terjadi peristiwa yang serupa di masa depan. <span lang="EN-US">Itulah mengapa </span>gue bilang<span lang="EN-US"> foto itu penghargaan terhadap waktu.”</span> Karin melanjutkan sambil membidikkan kameranya. Crrt ! Crrt !<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“gu</span>e<span lang="EN-US"> baru denger pernyataan ini dari lo, Rin. Puitis juga,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">Karin </span>tertawa mendengarnya. Dirasanya sanjungan Danar berlebihan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“lu suka traveling ?”</span> tanya Karin. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“nggak. Gu</span>e<span lang="EN-US"> anak rumahan.”</span> Danar menjawab lugu<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“nggak pernah menjelajah ?”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“nggak, Rin. Nggak pernah,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“</span>kasihan<span lang="EN-US">,</span>” Karin tertawa kecil. Tatap matanya menyayangkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> “<span lang="EN-US">Jakarta punya sudut-sudut eksotis yang mestii dijelajahi. Jakarta tidak melulu macet dan ruwet, ada sisi pandang yang menarik dari Jakarta,”</span> Karin melanjutkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“sudah kubilang gua anak rumahan, Rin,”</span><span lang="EN-US"> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“sapa yang bilang </span>lu<span lang="EN-US"> gelandangan, </span>gue<span lang="EN-US"> juga anak rumahan,”</span> <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“maksud gua, gua nggak pernah traveling ke tempat yang lu katakan,</span>” Danar memelas. Ia sedikit malu. Ditatapnya Karin dengan kagum, sekaligus aneh. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“kalo </span>lu mau, lu bisa ikut gue menjelajah,<span lang="EN-US">” </span>pancing Karin <span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US"> “kemana ?”</span> tanya Danar antusias<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sekitaran Jakarta dulu, baru nanti kita menjelajah yang lainnya,”<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span lang="EN-US">“wah, sip-sip… oke</span>-oke<span lang="EN-US">.</span> Gue terima tantangan lu,<span lang="EN-US"> “ sahut Danar yang tertantang.</span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karintyas Ayuningrum. Sebenarnya perempuan itu bukanlah gadis yang tergolong cantik. Tetapi, Karin manis. Kulitnya kecoklatan terbakar matahari. Dandanan rambutnya lurus memanjang bergaya 90’an, pakaian yang dikenakannya selalu a la <i>backpacker</i> yang mengesankan jika Karin penggemar berat traveling. Dan, ada magnet kuat yang membuat Karin terlihat menarik di mata lelaki. Senyum Karin yang manis, bahkan teramat manis, membuat hati lelaki mana pun terasa dijentik saat menyaksikannya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Seminggu kemudian Karin mengajak Danar menjelajah. Ke bantaran Kali Ciliwung. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“apa menariknya dengan tempat ini, Rin ?” Danar bertanya demikian. Karin meresponnya dengan tersenyum.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“lu mesti tahu rasanya keluar dari keteraturan. Seperti atom elektron yang keluar dari orbitnya, spontanitas yang keluar dari diri lu menghasilkan sensasi adrenalin yang akan segera jadi candu. Sedikit demi sedikit lu akan ketagihan menjelajah ke tempat-tempat seperti ini,” Karin memandang Danar dengan tatapan lembut. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“setelah dari sini, lu gue ajak menjelajahi lipatan-lipatan masa lalu. Ke stasiun Senen, kota tua, menyaksikan guratan maestro di museum seni rupa, sekalian kita kunjungi lekukan-lekukan paling kumuh dari kota Jakarta,” bola mata Karin berbinar mengucapkannya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di tempat-tempat kumuh mereka menapaki lorong-lorong sempit, gang-gang tikus, tanjakan dan curaman yang disesaki gubug-gubug reyot bantaran tepi kali. Karin asyik membidikkan kameranya –sementara Danar berusaha mencerna pemandangan di depannya. Danar mulai menemui realitas lain. Lama kelamaan langkah mereka menyusur kian jauh. Menjelajahi potret tersembunyi yang selama ini terselip di antara julangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bocah-bocah berlompatan di kali keruh, mereka nampak bahagia. Perempuan-perempuan yang mencuci-mandi di kali, mereka menghadapi keterbatasan. Kakus dan jamban bertebaran. Sampah-sampah yang tersangkut. Lumpur endapan yang bergumpal-gumpal. Ah, terkadang keteraturan memupuk kebosanan. Di tempat ini Danar mulai menyukuri kehidupannya. Kesuntukannya menguap.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar terus mengikuti langkah Karin. Dalam hati, ia mengagumi pilihan kesenangan Karin. Apalagi, menyaksikan sapaan ramah penghuni gubug-gubug reyot yang ditujukan kepada Karin. Rasa-rasanya hubungan mereka dengan Karin sangatlah karib. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“lu percaya jika gambar yang gue ambil bisa bicara ?” Karin tiba-tiba bertanya demikian. Danar memilih diam. Menunggu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“lu harus bercaya jika semua yang lu anggap diam bisa bicara, Dan” tatapan Karin menyapu wajah Danar. “dengan itu lu akan lebih menghargai makna sebuah peristiwa, sekecil apapun” lanjutnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“foto-foto ini biasa gue –upload di internet. Orang lain bisa melihat realitas. Tanggal dan waktu tercatat jelas. Meskipun foto adalah gambar tak bergerak, tetapi foto bisa bercerita melebihi apapun,” ucap Karin meyakinkan. Danar memilih mendengarkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“keyakinan gue jika gambar bisa bicara –tumbuh setelah foto gue berhasil memenjarakan orang,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> “memenjarakan orang ?!” Danar terperanjat. Karin malah tersenyum. Tetapi senyumnya menyirat kenangan pahit.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sekitar tiga tahun lalu, saat gue berniat mengambil uang di ATM, tak sengaja gue memergoki segerombol pembobol yang tengah beraksi. Mereka menenteng senjata api,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kejadiannya dimana ?” Danar terkejut tak menyangka.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Daerah Matraman, dekat persimpangan yang ke tiga, sekitar pukul 11 malam,” jawab Karin sedih. Ia terkenang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“dari jarak jauh, gue lihat kamera CCTV dirusak, petugas keamanan dilumpuhkan. Pembobol itu mengenakan helm teropong yang menyembunyikan identitasnya,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar menarik nafas mendengar cerita Karin. Tegang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“gue bidik mereka dari jarak 40 meter. Gue bersembunyi di lekukan profil gedung. Tetapi, pantulan lensa menyadarkan mereka,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar tak menyangka Karin sedemikian berani. Ia menarik nafas panjang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“berondongan tembakan memaksa gue menyingkir. Gue menghindar secepat mungkin. Tetapi, bersamaan letupan senjata tiba-tiba betis kiri gue terasa nyeri dan panas, ternyata kaki gue terkena tembakan,” Karin memandang Danar saat bercerita.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Saat itu gue takut banget, Dan. Apalagi gue berhasil disusul salah satu pembobol. Gue menyerah di bawah todongan pistol,” Karin menghentikan ceritanya. Ia menghembuskan nafas dalam-dalam.   <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> “pembobol itu berniat merampas kamera gue. Gue berusaha mempertahankan. Tiba-tiba terdengar sirine polisi. Pembobol di depan gue gugup, “serahkan ! atau kutembak !!” dia mengancam. Saat itu gue tahu dia perempuan.”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“dia bergerak lebih merapat. Tangan kirinya kasar merampas. Patroli yang mendekat membuatnya lengah, dia mencari-cari gerombolannya. Saat lengah itulah gue hantam pelipisnya pake kamera. Dia terhuyung. Gue rampas pistolnya, dia mempertahankan. Hingga kemudian gue tak sadar jika pelatuknya tertarik.  DARR !! Gue tersentak bukan kepalang, ” Karin menunduk sedih. Danar menarik nafas panjang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“darah muncrat di tangan –baju –dan muka gue. Pembobol di depan gue ambrug. Ternyata peluru itu menembus leher dia,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“gue yang masih shock tiba-tiba dikejutkan berondongan peluru. Gue tersadar dan berlari lintang pukang tak memedulikan sakit luar biasa di betis. Gue menghindar sebisa mungkin,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sirine kian kencang. Tiba-tiba gue jatuh terduduk tak kuat bangkit. Nafas gue sesak sepatah-sepatah. Peluh membasahi seluruh tubuh. Saat itu gue sadar jika nyawa terselamatkan. Seluruh pembobol lain melarikan diri pontang-panting,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“bagaimana dengan pembobol yang berniat merampas kamera lu ?” Danar menarik nafas pelan-pelan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“petugas mengevakuasinya, dia tewas. Dari hasil pengembangan kasus lewat petunjuk foto gue, keseluruhan pembobol akhirnya berhasil diringkus dan dijebloskan ke penjara.  Di pengadilan gue tahu jika pembobol yang tewas adalah adik salah satu dari mereka. Dia perempuan. Berusia dua tahun di atas gue” Karintyas mengenang dengan raut sedih. Ia terseret memasuki lembaran buku waktu masa lalunya.<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dua tahun kemudian,<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Demikianlah keajaiban waktu berjalan. Matahari yang ratusan kali memanjati langit menyemai banyak pesona –termasuk hati Danar. Berawal dari kekaguman, timbul rasa simpati. Rasa simpati berkembang menebar kegelisahan, dan kegelisahan kemudian merekah memantik cinta. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tetapi, demikianlah adanya cinta. Cinta yang tak terkata terasa sesak di dada. Bayangan Karintyas menari-nari menggelisahkan Danar. Menyeretnya memasuki nuansa rindu yang terkadang tak tercerna.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Puluhan perjalanan dilalui Danar bersama Karin. Menjelajah museum-museum sejarah, menelisik karya adiluhung para perupa, mengunjungi sudut-sudut paling eksotik di lipatan kota Jakarta. Karin perlahan-lahan berhasil membongkar cara pandang Danar melihat kehidupan. Kesuntukan rutinitas yang sebelumnya mengungkung –terlibas pengalaman menjelajah. Danar akhirnya ketagihan. Lelaki itu kecanduan traveling. Tetapi di samping itu, hati Danar senantiasa berbunga menikmati senyuman Karin yang memang manis. Hingga setelah berpikir ratusan kali, Danar lantas memantapkan hati meminang hati Karin. Dia memilih mengungkapkan isi hati saat menjelajahi pelabuhan tua Sunda Kelapa.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Angin bertiup lembut. Goyangan ombak pantai memantul-mantul lambung kapal. Pelabuhan tua yang menjadi saksi kedahsyatan putaran roda sejarah seolah mengalami keletihan. Pelabuhan itu terlihat klasik. Perahu-perahu berbadan kecil dan sedang –singgah menautkan jangkar dan tali. di saat yang demikianlah perburuan Karin memuaskan hasrat dimulai,<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sikap lu aneh, Dan. Tak seperti biasa. Ada masalah ?” demikian pertanyaan Karin yang tak menilik Danar di sampingnya. Ia tengah memandangi perahu yang tertambat di dermaga. Angin laut menggerai pelan rambutnya. Eksotik.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Danar, lu melamun ?” tanya Karin yang merasa tak direspon.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ah, nggak, Rin.” Danar cepat-cepat mengelak. Namun parasnya tak mampu menyembunyikan kegelisahan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Matahari mulai menyengat. Pantulan sinar di atas air –terombang-ambing menyaji kesempurnaan di atas ketidakteraturan. Lalu lalang nelayan tradisional, kuli bongkar muat, deru mesin perahu yang memutar arus buritan, keriak burung camar di kejauhan, aroma garam yang digenggam angin dan disebar sekenanya, bau amis ikan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kalo lu ada masalah dan butuh curhat, bilang aja. Jangan dipendam,” ujar Karin yang lantas mengambil obyek perahu di kejauhan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Angin menggerai pelan rambut Karin. Sesekali juntaian rambut yang terayun mengganggu wajah Karin. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sebenarnya –gue memang ada masalah, Rin. Tapi ntar aja setelah lu ambil gambar ceritanya,”<b><o:p></o:p></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kok nanti ?! bukannya sekarang ?! masalah apa, Dan ?” Karin memandang Danar dalam-dalam.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ini menyangkut perasaan gue, Rin. Menyangkut cewek yang sepertinya gue jatuh cinta dengannya. Karena lu perempuan, gue ingin tahu pendapat lu tentang itu,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“jatuh cinta?!” Karin berekspresi. Ia lebih serius memandang Danar.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“anak mana ? kok nggak dikenalin gue ?” protes Karin. Diam-diam di hatinya terpantik cemburu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“nanti lu pasti tahu, Rin. Lu lebih mengenal dia dibanding siapapun,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“maksud lu ?”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ah, sudah, nanti aja gue ceritain,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kalimat Danar mengerutkan kening Karin. Perempuan itu sulit mencernanya. Tapi Karin memilih diam.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mereka kemudian melangkah menuju dermaga. Panas udara mengeringkan tenggorokan, membuat peluh menitik deras, membuat kulit kuli pengangkut mengkilap memantul matahari. Tetapi, di sudut lain yang tak jauh, sosok lelaki bermata nyalang mengamati Danar dan Karin. Dada lelaki itu panas mengepal dendam. Bayangan adik perempuan yang tewas tertembus peluru membuatnya rela menembus apapun –termasuk kabur dari jeruji penjara. Lelaki bermata nyalang itu menunggu kesempatan. Tingkahnya serupa alap-alap mengintai anak ayam. Karin tak sadar. Danar tak sadar. Keduanya memilih beristirahat di atas dermaga.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“panas banget, Dan. Gue lupa bawa minum,” Karin mengerih dan memicing. Tangannya terkibas-kibas sembari tatapannya menoleh sekeliling.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kalau lu masih pengen ambil gambar, biar gue yang cari minuman,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kemana ?” tanya Karin<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tadi gue lihat warung kecil di sebelah sana,” telunjuk Danar mengarah ke sisi jauh.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“baiklah,” Karin tersenyum cantik. “cepetan, ya. Gue haus,” lanjutnya sedikit mengiba. Danar kemudian melangkah meninggalkan Karin.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiupan angin menggerai rambut Karin. Mengganggunya. Dahaga yang sangat sedikit terlipur obyek menarik di kejauhan. Kapal-perahu yang bersiap melayar, bendera yang berkibar gagah, pusaran air yang bergulung-gulung di buritan. Karin memejam mata menikmati cumbuan angin di wajahnya. Hatinya teramat tenteram. Tetapi –<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mendadak lelaki bermata nyalang mendekati Karin. Cepat. Kian cepat. Langkahnya berubah setengah berlari. Tangan kanannya meraih belati yang terselip di pinggang. Genggamannya sangat kuat. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karin menutup mata. Ia menarik nafas dalam-dalam. Kesejukan mengaliri rongga dadanya. Jiwanya damai seperti aliran air yang menggemericik. Hingga –<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jlab !!<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ya Tuhan .. ya Tuhan,” Karin mendekap dadanya yang perih. Ia tak mampu berteriak. Bibirnya bergetaran melawan sakit. Sesaat, tangannya meraih tangan lelaki yang menatapnya benci.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penglihatan Karin kabur berkunang-kunang. Ia serentak roboh saat dorongan kuat menyentaknya seiring cabutan belati.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penglihatan Karin meredup. Tangan dan dadanya berlumuran darah. Lelehan air mata mengalir mengiringi katupan kelopak mata.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lelaki bermata nyalang berupaya melarikan diri. Belati berdarah dilemparnya ke perairan. Ia kemudian berjalan cepat. Bergegas. Langkahnya hampir berlari.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Wooiii !! tangkap pembunuh itu !!! tangkap!!!”sesosok nelayan berteriak kencang. Dijumpainya Karin bersimpah darah.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tangkap !!” kejar !!” “hajar !!” serentak kuli panggul –nelayan –petugas dermaga, mengejar lelaki bermata nyalang. Tangan-tangan mereka otomatis menggenggam benda keras ataupun senjata tajam –sekenanya. Lelaki nyalang berusaha meloloskan diri. Tetapi, ia tak punya kesempatan karena dikepung dari segenap penjuru.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“bajingan !!” “biadab !!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">BRAG !! BRAG !! “ampuunn” JRAG !! JLESS !! “ aduuuhhh !!“ “mampus kau, hah ?!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Massa mengamuk sekenanya. Tangan-tangan kasar terayun. Tendangan mendarat bertubi-tubi. Darah mengucur dari kepala –mulut –dan telinga. Lelaki nyalang tewas di tempat kejadian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar yang melihat kegaduhan merasa khawatir. Ia bersegera menemui Karin. Tetapi, ah, tiba-tiba hatinya jatuh menyaksikan sesosok perempuan dipapah para nelayan. Perempuan itu dipastikan Karin. Danar berlari. Jantungnya berayun-ayun<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Rin ! Karin ! ya, Tuhan,“<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar menyeruak cepat. Didekapnya Karin. Ia menangis.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Pak ! tolong, Pak ! bantu saya membawanya ke rumah sakit ! demi Tuhan !” Danar mengiba luar biasa. Jiwanya luruh tak terkir.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“maafkan gue, Rin. Gue cinta lu. Maafkan aku, Sayang,” batin Danar terasa patah. Dibisikkannya kata-kata itu sambil menangis.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar –nelayan –kuli panggul, kemudian membawa Karin ke rumah sakit. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Selang beberapa jam ditangani dokter, Danar akhirnya bangkit menyongsong dokter yang keluar dari ruang operasi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“bagaimana Karin, Dokter ?” jantung Danar serasa berhenti berdetak. Ia pasrah menunggu jawaban.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“berdoalah, semoga pacarmu baik-baik saja. Dia sudah melewati masa kritis,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Danar tunduk pasrah. Batinnya terasa patah. Senyum Karin yang paling manis membayanginya menerobos kegelapan tanda tanya.<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div><br /><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 120%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: right;"><i><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Akhir Desember  2010,</span></i><o:p></o:p></div>

Cinta –suatu ketika (Cerpen)

“Even so, in death the same unknown will appear as ever known to me. And because I love this life, I know I shall love death as well.”  ( G...

Baca selengkapnya »

Novel Petualangan : 3156 Mdpl (Bagian 13)

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAbnz5KOxrO3Qyz-IviNChtxKli19xpQzUQYgGALd9rAZ715jMPbjS1oVlYaxNMcunwz4OhS4sdE4DwKsEkxAC-nT0LkRv0M8DuD0FP_IlkTGzRop1mRCBFQUH_MIQBFy524H7-BC3aw8/s1600/penambang-belerang-5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAbnz5KOxrO3Qyz-IviNChtxKli19xpQzUQYgGALd9rAZ715jMPbjS1oVlYaxNMcunwz4OhS4sdE4DwKsEkxAC-nT0LkRv0M8DuD0FP_IlkTGzRop1mRCBFQUH_MIQBFy524H7-BC3aw8/s1600/penambang-belerang-5.jpg" width="400" /></a></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 12.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 12.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Menjelang dini hari, langit cemerlang menampakkan bintang-bintang. Awan pemantik badai sudah menyingkir. Namun jejak-jejak amukan badai tertampak jelas. Ribuan pohon pinus dan cemara patah bertumbangan. Tak jauh dari base camp, dua pohon Rasamala berukuran raksasa roboh hingga akar-akarnya tersingkap dari tanah. Akar tunjang yang menghujam kedalaman tanah tak mampu menahan hempasan angin. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sementara itu jejak badai yang lebih nyata terpapar di areal basecamp penambang belerang. Gubug-gubug beratap ilalang terserak di semua tempat. Tak ada lagi jejak gubug pernah berdiri di tempat itu. Para penambang yang sedianya berniat mendaki menuju kawah –terpaksa mengurungkan niatnya. Mereka tak menyangka hujan dan badai masih terjadi meskipun penanda kalender seharusnya memasuki musim kemarau.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Para penambang yang terjebak badai memilih berlindung di cekungan-cekungan kecil mirip goa –yang banyak tersebar di areal mata air. Dan setelah badai reda, mereka bekerja sama mengumpulkan puing-puing gubug yang bisa dimanfaatkan. Mereka bersyukur tidak terjebak badai saat berada di puncak gunung atau di areal kawah. Andaikata hal itu terjadi, kondisi yang bakal ditemui tak lebih dari dua kosa kata –sekarat –ataukah mati kesepian sambil menggigil kedinginan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Meski hari menjelang dini hari, para penambang tak berhenti mengumpulkan sisa-sisa reruntuhan gubug. Bagi mereka sepetak gubug reyot di punggung gunung bagaikan surga tersendiri. Surga yang memberi perlindungan di tengah keterbatasan. Puing-puing yang mereka kumpulkan dikumpulkan untuk membangun gubug baru. Gubug yang diharap memberi perlindingan hingga badai penghancur berikutnya menerjang kembali di areal <i>basecamp</i>.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Rembulan kian tinggi memanjati langit. Tak jauh darinya, bintang kejora berpendar cemerlang –serupa binar mata perawan cantik yang tak jemu memamerkan kerlingnya. Sesaat setelah mengukur keadaan, sembari menatap beningnya langit, empat orang penambang belerang memutuskan berangkat mendaki menuju puncak gunung Welirang. Insting alami yang mereka miliki mengatakan –badai berikutnya tak mungkin terjadi berdekatan dengan badai sebelumnya. Lagipula tuntutan memenuhi kebutuhan hidup dirasa sangat mendesak. Dengan langkah hati-hati sembari memikul sepasang keranjang, mereka melangkah beriringan menuti jalur pendakian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“banyak rokok yang kau bawa, Min ?” celetuk yang tertua di antara mereka, Jiman. Di lehernya terlilit sarung, usia 53 tahun tak menghalanginya bergerak sigap meniti jalur pendakian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“sayangnya cuman dua bungkus, Kang Jiman,” Parmin yang bertubuh ceking bergoyang-goyang menahan keseimbangan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“haduuh, alamat masam mulutku. Punyaku habis di Pondokan,” ujar Jiman sembari bibirnya bergerak-gerak membayangkan sebatang rokok terselip di bibirnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tenang, Kang. Aku bawa banyak,” celetuk Jarwo dengan suara mendengus. Kali ini keranjangnya tersangkut ranting perdu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tapi rokok yang dibawa Jarwo pasti rokok aneh itu. Rokok macam kemenyan baunya,” timpal Narto yang hapal dengan rokok kegemaran Jarwo. “Bikin paru-paru hangus,” lanjutnya tersenyum kecut. Jalan licin memaksa dirinya lebih waspada.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“daripada mulut masam, rokok bau kemenyan pun jadi,” sambung Jiman terkekeh<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tapi bikin merinding, Kang,” timpal Narto, “Kemenyan itu kan camilannya jin, gondoruwo, dan sebangsa lelembut lainnya, kalo –“<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“huss !! mulutmu itu, To !” sontak Parmin dan Narto membentak bersamaan. Jiman tersenyum dan menggeleng.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“omonganmu itu nguwurr !! salah tempat !!” Parmin bersungut-sungut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“loh, apanya yang salah tempat, Min ?! kan memang benar kalo jin, gondoruwo, dan dhemit-dhemit doyan sama asap kemenyan,” Narto bertahan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tapi ngomong seperti itu mesti ada anggah-ungguhnya,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“nah-nah ! betul omongan Parmin. Persis !” Jarwo menguatkan pendapat Parmin. “kita ini sedang berada di tengah hutan, To. Bukan di pasar. Hutan adalah sarang terakhir bangsa lelembut setelah tergusur keramaian. Lha mulutmu yang asal nguap itu apa nggak bikin marah ?!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“wis ! sudah ! cukup ! nggak usah ngobrol masalah dhemit lagi !” Jiman yang paling tua menengahi. “omongan kalian ini muter-muter persis gasing,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Parmin, Narto dan Jarwo surut mendengar kalimat Jiman. Akhirnya, mereka berempat memilih diam sambil hati-hati memilih pijakan. Bahkan beberapa rintangan batu teramat merepotkan. Apalagi, tumbangan pohon yang melintang di tengah jalan seringkali membuat lubang-lubang keranjang tersangkut ranting.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keempat lelaki itu setengah mati menapaki jalur pendakian yang tak normal. Sebelumnya menurut perkiraan mereka, kawan Welirang pasti dicapai dalam waktu kurang dari 3 jam –mengingat kemampuan fisik mereka yang terasah naik turun gunung bertahun-tahun. Tetapi, setelah menapaki kondisi medan yang nyaris terisolasi, mereka sadar tak mungkin mampu menerobos jalur pendakian seperti biasa. Berkali-kali tebasan parang terpaksa diayunkan untuk membuka blokade pohon yang yak mungkin dilewati dengan cara melompat atau merunduk.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kerjasama alami yang mereka lakukan serupa sekawanan semut. Cekatan, tanpa banyak bicara. Narto yang bertubuh paling kekar bertugas memotong tumbangan pohon. Dia bergantian dengan Jarwo bertenaga kuat meskipun postur tubuhnya sedikit tambun. Setelah batang-batang pohon rintangan terpotong, Jiman dan Parmin bertugas menyeret dan menyingkirkannya ke tepian. Ada kalanya ketika berada di pinggir jurang, potongan pohon itu diseret dan digelincirkan ke mulut jurang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dini hari memantik hawa dingin yang beku. Bulir-bulir keringat mengaliri keempat penambang belerang nekat itu. Ya. Mereka memang nekat. Mereka perintis terbukanya medan pendakian setelah tertutupi material longsoran akibat amukan badai. Penambang belerang lain pasti sangat berterima kasih dengan upaya mereka. Dan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka yang berjasa membersihkan jalur pendakian –akan disambut pada saat turun gunung dengan perayaan seadanya ; makan-makan, bahkan tak jarang diantara mereka yang mahir berburu menyiapkan panggangan daging rusa.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jiman, Parmin, Jarwo, dan Narto, mendaki kian tinggi. Jam menunjuk pukul 2 dini hari. Bintang-bintang di langit berpendar sempurna. Akan tetapi di sekeliling mereka, ketinggian daratan yang mendekati 2900 meter di atas permukaan laut –menghadirkan gumpalan-gumpalan kabut pekat. Jarak pandang yang tersisa tak lebih dari 20 meter.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jiman yang paling berumur berupaya mengatur irama pendakian. Perjuangan menembus medan yang penuh rintangan membuat sebagian besar tenanganya terkuras. Jiman memilih beristirahat menghela nafas, sementara di sampingnya –Jarwo menyandarkan punggung di sebuah batu besar. Jemari tangan Jarwo memijat-mijat pangkal lengannya yang terasa mau copot  seusai menebas dahan berkali-kali. Narto dan Parmin tersenyum-senyum melihat polah Jarwo.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tak apa-apa tanganmu ?”  tanya Parmin, dengan dada naik turun mengatur nafas.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“pasti ngilu tangannya, Min. Lenganku saja mau lepas rasanya,” Narto malah menimpal.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“gendeng ! banyak sekali pohon roboh,” Jarwo geleng-geleng kepala.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“badai kemarin sore memang memang luar biasa, Wo,” celetuk Jiman. “badai kali ini sama persis badai tujuh tahun lalu. Aku ingat benar, saat itu jalan ke kawah tak bisa dilewati selama seminggu,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“tujuh tahun lalu –bukannya yang banyak pendaki mati itu, Kang ?” Parmin mengernyit<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ya .. ya .. betul. Banyak pendaki mati saat itu. Badai campur petir di bulan desember,” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Narto dan Parmin saling berpandangan mendengar jawaban Jiman.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“seringkali anak-anak muda itu nekat, Kang,” Jarwo menimpal<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“bukan hanya nekat, Wo. Mereka salah perhitungan. Pegunungan Arjuno-Welirang ini susah ditebak. Pagi cerah, eh –sorenya bisa saja hujan petir. Persis kejadian tadi sore,” ucap Jiman, memijit-mijit betisnya. “kalangan kita yang beratus kali naik-turun gunung, eh –kadang-kadang bisa tersesat. Apalagi mereka yang baru kemarin sore,” Jiman geleng-geleng kepala. “bukannya kemarin siang kalian lihat segelintir pendaki ? kemana mereka ? sudah turun gunung ?”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba pertanyaan Jiman menyadarkan ketiga penambang lain.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“”ah –iya –ya,”, “betul, Kang,”, <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“aku tahu persis mereka naik ke atas, Kang. Pas kita baru nyampe di pondok penambang. Malah aku lihat salah satunya perempuan. Dia lewat tak jauh dari pondokku,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“wadhuhh !! gawatt !! semoga tak apa-apa. Badai tadi sore tak main-main. Kalau sampai gagal menghindar .. Dhuhh !” Jiman menepuk jidatnya, lantas geleng-geleng.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Fajar di langit timur merekah. Prosesi pendakian yang dilakukan keempat penambang belerang itu belum menampakkan hasil. Setelah empat jam bergerak menuju kawah, mereka terhenti di tekukan-tekukan lembah yang memiliki pinus-pinus berukuran raksasa. Di tempat itu pinus-pinus berukuran besar tumbang saling tindih. Medan yang licin, longsoran-longsoran yang menggunduk, ah –mereka terpaksa mengakui kedahsyatan badai kemarin sore. Kemampuan mereka yang terasah bertahun-tahun  menembus medan belantara tak banyak membantu.<o:p></o:p></span></div><br /><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***</span><o:p></o:p></div>

Novel Petualangan : 3156 Mdpl (Bagian 13)

*** Menjelang dini hari, langit cemerlang menampakkan bintang-bintang. Awan pemantik badai sudah menyingkir. Namun jejak-jejak amukan badai ...

Baca selengkapnya »

Sang Lelaki Langit (Cerpen -Bagian 2 -TAMAT)

<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGOzmSgAjdipLbe5-iha9Y2YgVkC-SBlrFbAFTKqghhv8dCr9k3syjzUQ38Yzib9Rgo4tHPPodkRXLyLGipJ-trSmUyhCNJ3ddTHJIP8ZJmiudTZGtCg5wvZcUMad-PqBl7SkhHekL864/s1600/hijaber.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGOzmSgAjdipLbe5-iha9Y2YgVkC-SBlrFbAFTKqghhv8dCr9k3syjzUQ38Yzib9Rgo4tHPPodkRXLyLGipJ-trSmUyhCNJ3ddTHJIP8ZJmiudTZGtCg5wvZcUMad-PqBl7SkhHekL864/s1600/hijaber.jpg" width="400" /></a></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penantianku akan datangnya Sang Pendamai –anakku, tiba sudah. Di malam senin, bulan Rabiul Awal, tanggal ke-11, putera pertamaku lahir. Pertama kali melihatnya –aku menangis. Matanya bening, bercahaya, dahinya lebar seperti dahi ayahandanya. Sedangkan hidungnya, mancung seperti hidung Kyai Manar. Nyaris sebagian besar paras anakku diturunkan dari keluarga besar suamiku. Yang mirip denganku cuma bibirnya. Ya. Bibir puteraku tipis. Kata orang-orang jaman dulu, bibir yang tipis menandakan kepandaian berbicara puteraku di atas rata-rata. Tapi semoga puteraku tak cuma pandai berbicara, semoga ia pandai pula mengaji, pintar pula menyejukkan hati banyak orang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mas Munir, suamiku, bersuka cita tak terkira atas kelahiran buah hati kami. Serta merta ia mengabarkannya kepada santri-santri suraunya beserta tetangga kanan kiri. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Namun di suatu sore, ia mengutarakan niatnya yang mengejutkanku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Surtikanti tercintaku, ingin rasanya aku menemui Abah. Aku ingin mengabarkan suka-cita ini,” begitu kata-katanya. Rasa-rasanya tenggorokanku terganjal untuk sekedar menimpalinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku memilih diam. Kupandang wajahnya yang penuh harap.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“semoga Abah bergembira dengan kedatangannya di dunia ini, Sur. Semoga Abah bersedia memotong rambut anak kita saat <i>aqiqah</i>nanti, aku berharap banyak.” begitu lanjutnya. Aku pun mengangguk mengiyakan niatnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Maka, di hari ketiga setelah kelahiran putera kami, berangkatlah suamiku ke kediaman kiyai Manar. Ia meninggalkanku sendirian setelah menyiapkan segala keperluan yang memperingan bebanku. Aku berdoa semoga niatannya terkabul. Aku berdoa semoga Gusti Allah melimpahkan karunia selengkap-lengkapnya kepada kami sekeluarga.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Menjelang maghrib, cakrawala di ufuk barat memerah tertabur senja. Burung-burung tak terdengar kicauannya, yang terdengar ramai di sekitar rumah kami hanyalah serangga senja yang menyanyi berkepanjangan. Dan memang, menjelang maghrib seperti sekarang situasi perkampungan pastilah sepi. Jarak antar rumah yang jauh membuat mereka memilih beristirahat sebelum berangkat ke surau. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mas Munir belum datang, aku sedikit khawatir. Apalagi sejak beberapa saat lalu, hatiku terasa tak enak. Kurasakan firasat ganjil yang tak tertafsirkan. Aku bingung. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba aku terkesiap bukan kepalang. Iblis yang selama ini kutakuti mendadak muncul di halaman rumahku. Duh Gusti, lindungilah keluargaku. Kudekap puteraku dengan cinta yang penuh.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Makhluk laknat itu berdiri kaku menampakkan wajah bengis. Aku ketakutan setengah mati. Terlebih yang membuat hatiku terasa luruh, lubang mata yang mengerikan itu dibiarkannya tanpa tudung. Mengerikan. Mengerikan. Melengkapi muka setannya yang acak-acakan. Ya Allah, cobaan apalagi ini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> “apa kabarmu perempuan lacur ?” suara seraknya membekukanku. Sesekali jemarinya mengusap gagang badik yang menyelip di pinggang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kau disini rupanya, bersembunyi di dekapan setan alas.”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku ketakutan. Kudekap anakku kian erat. Ia bergerak lemah, meringkuk seolah butuh perlindungan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“puas kau membuatku picak ?! puas kau membuatku seperti dajjal ?! harusnya kubunuh kau jauh-jauh hari !!” dengusnya menggumpal dendam. Ia mendekatiku. Aku beringsut mundur. Kudekap anakku kian erat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“perempuan lacur ! perempuan laknat ! kau kirim aku ke bui lalu kau kawini sekutumu ! jangan kau kira mampu mengelabuhiku, hah ?!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“susah-susah aku lari dari penjara hanya untukmu.” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Batinku kian luruh mendengarnya. Jarwo bergerak mendekatiku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“pergi kau ! jangan ganggu anakku !” suaraku bergetar mengucapnya. Ia kian cepat mendekatiku. Aku beringsut mundur tetapi, ya Tuhan, aku tersudut tak beruang. Kusaksikan muka Jarwo dari jarak yang tak jauh. Dua meter. Satu meter. Hingga saat tangan kasarnya memegang rahangku, aku tak mampu berontak. Meski sakit luar biasa, aku tak ingin puteraku tersakiti. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jemarinya menekan rahangku kuat-kuat. Dia kemudian menghempaskanku. Aku terhuyung. Aku terjatuh. Aku mengisak tangis.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Anakku  menangis. Ia merasa terancam. Untunglah ia masih kudekap saat bajingan itu menghempaskanku. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“perempuan jadah !!!” “plakkk !” ditamparnya kepalaku. Ditendangnya punggungku. Ya Allah, kutitipkan anakku kepadaMu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kau boleh menyakiti aku, tapi kumohon .. biarkan anakku, Jarwo” aku mengiba dalam tangis.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“keturunanmu sama lacurnya denganmu. Pantas jika dibunuh !” tangan Jarwo kembali mencengkeram rahangku. Jempolnya mencekikku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kumohon Jarwo ! kumohon  .. Akhhh .. de.. mi.. Allahhh..  “  nafasku patah-patah. Dadaku sesak. Namun tiba-tiba,<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Astaghfirullahan Adzim !! ya Allah !! ya Allah !! lepaskan istriku, Jarwo !! lepaskan istriku !! kumohon !!”   kudengar getar suara suami tercintaku. Ya Allah, kuatkan dia. Tabahkan Mas Munir.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kau .. kau, Setan Alas ! kau harus menebus pesakitanku ! dan tebusannya berarti mati !!” teriaknya sambil terus mencekikku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“iy .. iya. Tapi .. tapi.. demi Allah lepaskan Surti, lepaskanlah anakku, kita bisa bicara baik-baik,” suara Mas Munir mengiba.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setan itu kemudian menghempaskanku dengan kasar. Aku terjerembab. Anakku terlepas dari dekapanku. Ia terjatuh dan menjerit kencang. Aku pun menangis sejadi-jadinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“kau bukan manusia lagi, Jarwo ! kau iblis !” Mas Munir menggeram. Secepatnya ia menghadapi Jarwo yang menghadang. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Munir.. Munir .. terserah kau mau ngoceh apapun. Tapi kurasa janganlah buang-buang waktu. Pilihlah cara kematianmu, he he he” Jarwo terkekeh tanda senang. Tangan kanannya mulai menyentuh badik di belakang punggung.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mas Munir seketika menerjang. Jarwo memasang kuda-kuda. Namun tendangan kaki Mas Munir berhasil menghantam setan itu hingga terpelanting. Bangsat itu jatuh terjerembab. Mas Munir sempat terpukul dan terpental.  <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“anjing !! anjing !!” umpat Jarwo memegangi perut. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mas Munir bersegera bangkit dan tergopoh menghampiriku. Ia menangis memelukku. Dibelainya puteraku sambil mendekatkan wajahnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“maafkan aku, Sur. Maafkan aku. Ya Allah, ampuni aku,” Mas Munir merintih mengalirkan air mata.  Aku menangis sejadi-jadinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba sambil meringis kesakitan, Jarwo berdiri dengan sikap tak sempurna. Mas Munir lantas menyerahkan puteraku ke pelukanku. Tetapi, Ya Allah,  setan itu telah berhasil menarik badik yang terselip di pinggangnya.  <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kudekap anakku kuat-kuat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“berdoalah, Sur. Berdoalah,” suamiku berucap dan mengecup keningku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“mati kau, Setan alas !! mati kau !!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jarwo menyeruak. Bajingan itu menyerbu. Badiknya teracung kuat-kuat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Wuzzz !! wuzzz !!</b>  Mas Munir mampu berkelit. Ia malah berhasil mendaratkan tendangan kakinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“anjing kurap !!!” Jarwo kian kalap.  Ia mengamuk membabi buta.  <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“mati kau ! mati kau !” badiknya menebas-nebas tak karuan. Aku memejam mata tak ingin menyaksikannya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Crazz ! crazz !<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ya Allah ! ya Allah !” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jantungku berhenti mendengar teriakan Mas Munir. Saat kubuka mata, tak tertahan diriku menyaksikannya bersimbah darah. Tebasan badik itu mengenai dadanya. Ya Allah, ia limbung dan terjatuh. Aku menjerit sekuat-kuatnya menjerit. Kuingin jeritanku terdengar sampai ke langit.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bajingan itu merasa menang. Senyumnya kian bengis. Ia menatap suamiku laiknya anjing pemburu. Meski tubuhnya tegak tak penuh, di tangannya badik berlumuran darah itu teracung kuat-kuat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Menyaksikan paparan kebiadaban, sisi lemah kewanitaanku mendadak sirna. Rintihanku lenyap.    <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kukecup kening puteraku seraya minta diri, aku pun telah pasrah. Kuletakkan puteraku di atas tanah seraya menitipkannya ke bumi. Dia menangis lebih kencang seolah tahu bencana yang menimpaku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bajingan itu nyengir bengis melihatku bangkit. Pandangannya beralih-alih antara aku dan Mas Munir. Aku tahu cepat atau lambat dia pasti membunuh kami. Satu persatu, atau sekaligus. Ya Allah, bantulah aku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setan itu mengacungkan badik ke arahku, ia lantas bergerak menuju Mas Munir. Duh, Gusti.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Jrass !! jrasss !!!</b>  “ya Allah ! ya Allah !!” <b>Jlagg !!</b> “aaaahhh !!! bangsat !!” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ayunan badik yang berniat membabat perut, tertahan kaki suamiku.  Ya Allah, yang terjadi terjadilah. Meski kaki Mas Munir tertebas, ia berhasil menjejak Jarwo hingga bajingan itu roboh terjengkang. Badik biadab itu terlempar tak jauh dari tempatku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku berlari. Aku menyeruak dalam marah. Kuambil badik biadab itu dan kupegang kuat-kuat. Samar-samar tangisan puteraku membuncahkan kenekatanku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku menghambur mendekati Jarwo. Bajingan itu mengaduh. Suaranya menguik-nguik seperti babi kena panah. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kuayun badik membabi buta. Setan itu berupaya mengumpulkan tenaga. Melihatnya ingin meloloskan diri malah membangkitkan sisi kejamku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Jrasss !! jrass !!</b> “aaahhhhhkkk perempuan lacurr  !!!!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kubabat kepala Jarwo namun tangan kanannya ingin menangkis. Putus. Pergelangan tangannya terputus. Potongan tangannya menggelepar-gelepar seperti ekor cicak. Entah dari mana datangnya tenagaku, aku tak mengerti.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kuayun lagi badik ke kepalanya.<b>Jrattt !!</b><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“akhhh !! akhh !! setan ! setan !! keparaaatt !! aahhh ahhh” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Darah segar muncrat ke wajahku. Ayunan badikku menghajar wajahnya, tepat membelah mata kanannya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bajingan itu menguik-nguik persis monyet disembelih. Tangannya menggapai-gapai ingin membalasku. Aku menghindar.  <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Badik di tanganku kuayun lagi ke lehernya. <b>Jrass !!</b> keparat itu langsung melolong dan roboh terjerembab. Ia mengaduh sekencangnya. Tangannya yang tersisa memegangi lehernya yang menganga. Ya Allah, ampuni aku.  Bangkit sudah kebiadabanku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kulempar jauh-jauh badik dari tanganku. Aku menghambur menuju Mas Munir. Masya Allah, tak ingin kusaksikan kegilaan ini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kuangkat puteraku dari tanah. Tangisnya masih kencang. Sambil kudekap dan kuciumi puteraku, aku berlari ke luar rumah dan berteriak meminta pertolongan. <o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jarwo, bajingan itu, lenyap sudah dari dunia. Kedua matanya picak. Picak lantaran perbuatan tanganku ini. Tapi anehnya tak kusesali perbuatanku. Tidak. Sedikitpun tidak. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah mendengar bencana yang menimpaku, Kiyai Manar segera hadir di rumahku. Wajahnya luruh. Pucat memendam sesal. Saat dilihatnya Mas Munir tergeletak lemah di atas bale, ia menangis sesenggukan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ya Allah. Apa benar selama ini aku telah mengujinya dan bukan menghukumnya ..” Kiyai tua itu merintih mengalirkan air mata.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ditatapnya aku yang kemudian, tangannya terulur seraya meminta puteraku dari gendonganku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“ijinkan aku menggendongnya,  Anakku. Dia juga cucuku,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ya Allah. Kiyai Manar menyebutku Anakku. Kelopak mataku seketika berembun.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kuulur puteraku ke dekapan Kiyai Manar. Aku menunduk seraya meminta restu dan maaf.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“maafkan aku, Nduk. Maafkan Bapakmu telah khilaf,” begitu suara seraknya menyentuh telingaku. Ia mengusap kepalaku dan menciumnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Abaaahh .. abaaahhh,” Mas Munir merintih memanggil Kiyai Manar. Kiyai Tua itu berangsur mendekat sambil membawa puteraku di dekapannya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Abaaahh, jauh dalam hati hhh ..  kuingin Abah memotong rambut puteraku saat .. saat .. <i>aqiqah</i> nanti .. apakah .. apakah .. kini Abah bersedia ?” suara Mas Munir patah-patah. Aku menangis mendengarnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“iya Anakku. Iya, Abah bersedia. Maafkan kelakuan Abah yang tempo hari tak bersedia menemuimu. Abah sangat menyesal, <i>Astaghfirullahal Adzim</i>,” bulir air mata Kiyai Manar bertetesan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tidak Abbbaaa..hhh. Selama ini .. sel a ma ini .. Abah tidak pernah punya salahhh kepadaku. Maafkan akuu Abbaahhh .. maafff kan laahh Surti,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Batinku pecah mendengarnya. Kesedihanku memancar deras. Malam ini, di kala rembulan terang memendar, tak kurasakan sinarnya menghiburku. Kurasa malam ini rembulan sedang gerhana. Ya. Tak ada setitikpun cahaya. Meski rembulan sedang purnama.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;"><br /></div><br /><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: right;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Juni 2010</span><o:p></o:p></div>

Sang Lelaki Langit (Cerpen -Bagian 2 -TAMAT)

*** Penantianku akan datangnya Sang Pendamai –anakku, tiba sudah. Di malam senin, bulan Rabiul Awal, tanggal ke-11, putera pertamaku lahir. ...

Baca selengkapnya »