0


Satu haru –
Sekian banyak resah dari :
Negeri yang garuda mengepak tertali
Menajamkan tatap mata dan –
Bercerita tentang gundah –
Kabar yang tak terkabarkan
Cerita yang tak terceritakan

Bahwa :

Pernah bahkan berkali –kali
Putera negeri terlibas lari
Tumpah darah terhimpit biri
Mahasiswa tertembak mati
Nuansa geram menjadi saksi
Letup peluru meniap lagi

Bahkan bukan hanya sekali
Tapi terulang berkali –kali

Kulihat penghianat berjalan dengan regahnya
Koruptor berderap dengan gagahnya
Pencoleng bercerita tentang negeri surga
Penimbun susu bayi tertawa dalam bahaknya
Tabrak lari –potong kaki –bunuh diri

Bahkan bukan hanya sekali
Tapi terulang berkali –kali

Kutampak kematian bukan lagi kedukaan
Kulihat pembunuhan bukan lagi kengerian
Kusaksi pertikaian bukan lagi ketabuan
Aborsi –pemerkosaan –pelecehan dan – 
Segenap –segenap –segenap bahkan bergenap –genap

Detik demi detik
Menit demi menit
Jam demi jam
Hari demi hari
Bahkan waktu demi waktu
Keterasingan –keterkungkungan –ketertindasan –ketidakleluasaan-terjajah di negeri yang tak terjajah

Bahkan bukan hanya sekali
Tapi terulang berkali –kali


Kutanyakan kepada kalian ?
Berapa lama lagi kelaparan akan menghuni perut kita
Berapa banyak lagi anak negeri tak bersekolah karena mahalnya bangku sekolah
Berapa banyak lagi rakyat harus mati terduduk dibangku tunggu rumah sakit dengan alasan administrasi 
Berapa banyak lagi ketidak adilah akan disulap menjadi sebuah keadilan
Tanyakanlah setiap hari hal ini kepada angin yang berembus
Kepada gunung –debur ombak –kepada hamparan pulau pulau ataupun kepada segenap kata  –
Segala cinta yang pernah ada di negeri ini  . . .
Tapi mereka semua berkata :
Kaulah jawabnya –kaulah jawabnya
Kitalah yang sekarang terdiam
Kitalah yang sekarang terkatup
Malu –malu –malu
Mendekap dada paras yang memerah

Kita malu sebagai pewaris negeri ini
Kita tabu sebagai penerus tanah ini
Negeri yang seolah mengaku  bertuhan
Tapi kesekian kali mereka –kita mengencingi muka Tuhan
Menjadikan –Nya  seonggok barang hampa
Hingga kitapun tak sadar  . . . bahwa Ia punya Mata

Kita semua malu sebagai pemegang sebuah bendera
Merah dan putih
Keberanian dan kesucian
Tetapi ditangan kita bendera itu luruh –berubah warna
Kemerahan dan keputihan
Anyir darah dan putih kafan
Bagi cita cita kebebasan –bagi kemuliaan

Selayaknya sudah kita mohon ampun kepadaNya
Bernasuha –bernasuha –bernasuha
Selayaknya sudah kita mohon maaf
Kepada para Pendiri bangsa yang telah memberikan darah
Bagi bangsa dan tanah ini . . .

Karena kita telah gagal :
Menjadi penerus bangsa yang baik
Menjadi pewaris negeri yang baik
Menjadi pemegang bendera yang baik
Menjadi penopang bagi ibu pertiwi –
yang kesekian kali menangis.
Dalam  duka . .
Dalam duka . .
Dalam duka . .
Indonesia . . . .


‘Nasionalisme Bendera’
05/08/2002


 by  :  EMIL WE
sumber gambar : kakikata.blogspot.com

Posting Komentar

 
Top