0

Kusmin mendengus, sambil punggung tangan kanannya menyeka keringat di kening. Tatapannya terpicing, mengutuki debu-debu yang bertebaran dan membuat matanya perih.
Di padang gersang ini kemilau fatamorgana berlinang-linang. Sengatan matahari hampir menyerupai sengatan nyala api.
"asem ! Buangsat ! Udara panas betul ! neraka sedang bocorrr .. Hufff," gumamnya setengah memaki.
Cangkul di tangan kanannya hampir ingin dilempar. Telapak tangannya membilur berasa perih. Namun saat melihat Sudrun, temannya sekampung itu, dirasanya tingkah Sudrun mirip setan tak berpusar. Capek tak dirasa. Panas tak berpengaruh. Pemuda berkulit segelap kebo itu terus-terusan mengayun cangkul meskipun lubang galian lebih pantas disebut cadas daripada tanah.
"Drun ! Apa kau tak punya capek, hah ?!" teriak Kusmin sambil menelan sisa ludah. Tenggorokannya kering tak berpelumas.
"apa, Kaaang?" balas Sudrun dengan teriakan. Suara Kusmin terbawa angin.
"huh,dasar budeg !"gumam Kusmin mendengus. geleng-geleng kepala.
"kau itu apa tak punya lelah barang sedikit ! pergelangan tanganku ini mau copot rasanya,"
"tanggung, Kang Kusmin. Galianku tinggal sedikit. Kalo Kang Kusmin mau istirahat dulu, istirahatlah. Aku sebentar lagi, Kang. Menyelesaikan galian yang satu ini,"
sahut Sudrun sambil tersenyum. Aliran keringat dibiarkannya menetes-netes.

Kusmin kemudian beranjak dari kubangan galian. Dia melangkah menuju ayoman pohon pisang yang cuma dua batang, berteduh, menghela nafas. Sambil kembali mengutuk keadaan, Kusmin tiba-tiba teringat anak-istrinya di kampung. Terlebih anak lelaki bungsunya yang sedang lucu-lucunya.
"Yah, memang begini nasib orang bawah. Sudah bawah, tak punya pilihan pula." keluhnya sambil mengibas-ngibas telapak tangan.
"bekerja di pantat neraka pun pasti dilakoni, apa boleh buat, tak ada pilihan," lanjutnya geleng-geleng kepala, bernafas dalam-dalam.
Tangan kanan Kusmin kemudian meraih botol air mineral yang disandarkannya di samping pohon pisang. Dan -
"diamput !!" umpatnya sambil tiba-tiba membanting botol air. "Asu buntung ! kosong !" Kusmin kian kesal mendapati bibirnya menyeruput angin. Pikiran Kusmin semakin gelap. Tangannya meraih cangkul dan melemparnya jauh-jauh.
"ada apa, Kang ? Kenapa ?" Sudrun kaget melihat polah Kusmin. Lelaki segelap kebo itu menghentikan ayunan cangkulnya.
"minumku habis, Drun ! Kesal aku jadinya !" Kusmin berkacak pinggang dengan dada naik turun.
Sudrun kemudian melangkah mendekati Kusmin. Dipandangnya wajah Kusmin yang kesal setengah mati.
"punyaku masih ada, Kang. minumlah," Sudrun berujar lembut. Tapi Kusmin tak bereaksi. Sudrun menghela nafas dalam-dalam.
"rupa-rupanya Kang Kusmin sudah rindu rumah. Apa benar, Kang?"
pertanyaan Sudrun mengalihkan perhatian Kusmin. Alis Kusmin berkerut.
"capek aku kerja jauh anak-istri, Drun"
"nah-nah, benar,kan, dugaanku," Sudrun cengengesan.
"yang salah itu Kakang sendiri," ujarnya kemudian.
"coba lihat aku, kerja pasti khusuk. Tak pernah mikir macam-macam. Anak istri biarlah tinggal di rumah, jangan dibawa ke tempat kerja macam sekarang. Jadinya pasti angin-anginan macam perilaku Kang Kusmin sekarang ini,"
Kusmin malah mendengus mendengarnya.
"lihat aku,Kang. Kerja semangat, nyangkul semangat, semua demi-"
"demi apa ?! Demi Sumini ?! gendhaanmu itu !" potong Kusmin bersungut-sungut.
"ingat, Drun. Sumini itu punya anak ! Bisa jadi kau diperalat buat melihara anaknya, kekayaanmu dipeloroti,"
Sudrun malah cengengesan. Kusmin lebih kesal lagi.
"huh, bedaknya saja setebal dempul mobil." pungkas Kusmin sambil membuang muka.
Melihat polah Kusmin yang marah-marah, Sudrun tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.
"menggendak Sumini bukannya tanpa alasan, Kang. Dari pada kerja uring-uringan terus kayak Kang Kusmin, kangen istri, kangen anak .. Toh lebih baik saya cari vitamin di luar sana. Dan Sumini itu bagian dari vitamin empuk bercita rasa luaarrrr biasaahh. Kerja jadi giras. otak jadi jernih, kerja nggak ada matinyaaa -"
"terus mau kau kemanakan istrimu di rumah, Drun. Kau enak-enakan gendhaan, istrimu kau suruh cari rumput buat kambingmu. Memang setan gundhul kau ini .. Ck .. Ck .. Ck .." Kusmin berdecak kesal. Muak mendengar alasan Sudrun.
Kusmin kemudian merebahkan punggung di atas tanah. Menutupi mukanya dengan topi. Semilir angin mengelus syaraf tidurnya hingga lelaki itu hilang sadar dan ngorok kecapaian.
Tak sadarlah si Kusmin dengan kehadiran Sumini dan anak laki-lakinya, si Gondel. Sumini yang ditinggal minggat suaminya ke Malaysia itu berniat menemui Sudrun untuk meminjam uang buat daftar sekolah si Gondel. 
"Kang Sudrun, sudilah Kakang meminjami aku dua-ratus ribu buat keperluan si Gondel masuk sekolah SD Impres," Sumini berkerling dengan kenesnya.
"wah, mahal benar sekolah si Gondel," Sudrun menelan ludah, teringat kata-kata Kusmin, sambil mengamat-amati pipi Sumini yang mulus tertutupi bedak setebal dempul mobil.
"halah, kayak nggak ngerti sekolahan saja Kakang ini, mana ada sekolah murah jaman sekarang. Iya kalo jaman kita dulu, bayar sekolah pake dedak dan gaplek," Sumini lagi lagi mengerling kenes, sambil membetulkan tali kutangnya yang menekan terlalu kencang.
"Mak, belikan mainan, Mak" Gondel menginterupsi. Menarik pelan rok emaknya.
"aku belum ada uang segitu, Sum. Tapi nanti sore kemungkinan-"
"mak, belikan aku mainan, Mak," potong Gondel sambil menarik-narik rok emaknya berkali-kali."
"iya, gak apa-apa, Kang. Nanti sore juga-"
"Maakkk, belikan aku mainan ya, Makkk !!!"
"aduh, Gondel. Lepaskan ! Bikin malu !" Sumini menepis keras-keras tangan Gondel yang menarik tali kolor roknya.
"Maaakk ! Emak jahaaaat !" teriak Gondel yang seketika menggelesot dan bergulingan di atas tanah. Gondel melancarkan aksi protes.
"kenapa anakmu itu, Sum ?" Sudrun bingung, tapi tak berbuat apa-apa
"rewel, Kang. Minta dibelikan kuda-kudaan kayu di pasar. Mahal, Kang, lima puluh ribu,"
"hahh ?! Lima puluh ribu ?!, itu ongkos cangkulku sehari, Sum," Sudrun tersenyum kecut."sudahlah,. Tak usah kau turuti. Bikin manja kalau kau turuti .." lanjut Sudrun sambil berlagak meledek ke arah Gondel.
"huaaaaaaa huaaaaa ! Emaakk jahaaatt !!" Gondel menangis lebih kencang. Kusmin kaget dan terbangun. Seolah-olah dalam tidurnya Kusmin mendengar tangisan anak bungsunya.
"emak jahaaaatt, emak jahaaaattt," Gondel kian mengamuk dan berguling lebih cepat.
"kenapa anak itu, Drun ? Kenapa dia ?" Kusmin beranjak mendekati Sudrun dan Sumini. Aroma bedak sumini yang harum membuat Kusmin kangen pipi istrinya.
"ngalem, Kang. Merajuk. Minta dibelikan mainan,"
"haduhhh, kenapa tak kau turuti saja. Kasihan, kan, masak kau biarkan bergulingan kayak gitu," protes Kusmin, tak habis pikir.
"nanti malah manja, Kang Kusmin," timpal Sumini dengan polah kemayu. Tatap mata Sumini meminta dukungan kepada Sudrun.
'perempuan gak beres ! Bedak dan birahi saja yang diurusi !' umpat Kusmin dalam hati.
Tiba-tiba Gondel bangkit berdiri. Bocah itu menggenggam batu hitam sekepalan tangan. Batu itu dilontarkannya kuat-kuat ke muka Sudrun.
"pletakk !"
"wadhuh biyung ! Asu buntung ! Slommmprettt !!!" batu yang dilontar si Gondel mendarat tepat di pelipis Sudrun. Lontaran batu itu sangat kuat hingga pelipis Sudrun robek dan berdarah. "kau ini, Gondel ! Bikin maluuu !" Sumini muntab melihat gendhaannya meringis kesakitan.
Sumini melangkah mendekati Gondel. Gondel bersiap melarikan diri. Tangan Sumini terangkat tinggi dan bersiap menampar Gondel.
'Plakk !!'
"bikin malu ! Bikin malu !" Sumini menampar berulang-ulang. Malu dengan gendhaannya yang meringis kesakitan.
Gondel berontak. Dia melarikan diri ke tengah lapang. Tapi malang tak bisa disangkal. Kaki Gondel terperosok ke dalam lubang galian yang dibuat Sudrun.
Gondel terbanting. Dia terjerembab.
"Gondel kurang ajar ! Kapok ! Kapoklah anak yang berani kurang ajar sama orang tua ! " Sumini bergegas menghampiri lubang galian, ingin mengajari anaknya sesuatu yang bernama tata krama.
"Gondel ! Gondel ! Hayo ! sana minta maaf ! " Sumini berdiri sambil berkacak pinggang. Bola matanya melotot marah.
Gondel yang terjerembab tak bergerak. Kusmin menangkap isyarat yang tak beres. Sementara Sudrun terus mengaduh-aduh sambil menekan robekan luka dengan telapak tangannya.

"Kang Sudrun ! Tolong, Kang !! Aduh ! Gondel ! Gondel !" Sumini panik mendapati anaknya tak bangun dari lubang galian.
"Gondel ! Bangun, Nak ! Bangun !"
Sumini cepat-cepat menarik Gondel ke dalam pelukannya.
"Kang Sudruuunn !! Tolong, Kaaangg !! Gondel, Kang !! Gondel pingsan !! Gondel ora iling !!"
Sumini menangis histeris. air mata mengalir, membuat rias bedaknya luntur porak poranda.
Sudrun bergegas menolong Sumini. Kusmin terhenyak tak bereaksi. Seketika itu dia teringat anak bungsunya. Tanpa pamit, Kusmin memutar tubuh. Dia mengambil keputusan balik pulang ke kampung.
"mainan ! Hanya gara-gara mainan  !! Anak sendiri sampe pingsann !! Oalah, Gusti .." sesalnya dalam hati.
*** 

Mei 2013

Posting Komentar

 
Top