0

Minggu kali ini berjalan lambat. Langit cerah benderah. Membebaskan sengatan matahari menjamahi kulit-kulit hingga berkeringat. Tak ada yang tak mengeluh, semua merasa kegerahan. Seperti pula terik panas yang memaksa pengayuh becak berteduh di kerindangan pohon beringin Jalan Pahlawan. Rasa panas yang menyengat tengkuk, dirasanya teramat luar biasa. Topi cungkup yang dikenakannya dilepas dan dikibas-kibas di depan muka. Namun, bukan hanya matahari yang menyebabkan panas kali ini, tetapi juga kegeraman yang berkumpul dan menghuni rongga-rongga dada.

Gelombang pro kontra pembangunan Bentos lebih lagi memanaskan suasana. Surat kabar berkoar-koar, koran media saling perang wacana, dan dialog publik digagas di banyak tempat. Elemen mahasiswa menyusun kekuatan dan koordinasi, sementara forum rektor dipusingkan dengan ketidakpedulian Penguasa atas petisi yang mereka rumuskan. 

Bagai  putaran Tornado yang dibangkitkan awan badai, kebijakan Penguasa terus menerjang semua tatanan. Kebijakan yang bermula dari keputusan segelintir birokrat mampu menyeret ribuan persoalan yang tak mudah. Reaksi berantai mengait banyak kepentingan, dan kepentingan itulah yang kini menjadi cikal-bakal persengketaan. Pihak Penguasa ngotot mengatasnamakan pembangunan plus kemajuan ekonomi, sementara para penentang Bentos mengatasnamakan tanggung jawab moral untuk mempertahankan hak-hak publik yang terampas.

Namun yang membuat simpul masalah semakin ruwet tak karuan adalah peliknya urusan perut yang tersundut konflik kepentingan. Di tengah konflik apapun, kebanyakan urusan perut dikondisikan untuk menjadi komoditas dagangan, sekaligus menjadi obyek penderita yang paling awal hingga paling akhir. Dalam keadaan perut yang serba tak pasti, kesaktian sesuatu yang bernama uang pastilah sekali lagi terbukti.

Kegilaan konflik kepentingan satu persatu mulai meminta tumbal. Dan begitulah sebuah intrik ketika bertabrakan. Saling beradu kekuatan, beradu nyali, dan beradu kebebalan hati. Seorang dosen muda yang tempo hari memaparkan kebobrokan lingkungan dianiaya oleh beberapa pria gempal berambut cepak di depan gedung Dewan Legislasi. Dan memang, selama ini  ia berteriak keras menelanjangi kebodohan Penguasa dan Dewan Legislasi walaupun tahu sedang diintip marabahaya. Ia lantang memaparkan fakta. Semua penghalang ditabrak, kejujuran nurani dikemukakan. Ya. Dewan legislasi dirasa teramat goblok. Di saat para pejuang lingkungan getol menolak pembangunan Bentos lantaran melanggar Perda Tata Ruang, Dewan Legislasi malah berusaha merevisi Perda Tata Ruang yang berpotensi melegalkan pembangunan Bentos.

Aksi vandalisme itu serta merta menuai reaksi keras dari berbagai pihak. Abah, Kang Diman, dan tokoh-tokoh lainnya bergerak cepat. Mereka ngeluruk dan berunjuk rasa menentang aksi premanisme. Mereka mendatangi markas yang berwajib untuk menuntut pengusutan tuntas kasus yang mencoreng harkat dan martabat kebebasan demokrasi itu.

“kita jangan terpancing untuk menjadi orang yang lebih bodoh dari mereka. Kalau represi dilawan represi, yang ada hanyalah kehancuran demokrasi,” Abah menasehati kawan-kawan yang bergerak di lapangan.

Hari semakin panas. Detik dan waktu makin melambat, seolah saja bagai detak jam dinding tua yang kelelahan melawan gravitasi. Semua orang bersibuk diri dan tegang. Aktivis LSM dan LBH kini semakin intensif berkumpul. Mereka mencari strategi guna memberikan perlawanan. Ya. Melawan kekuatan pemodal yang diyakini mampu mengubah watak waras pemangku publik di Kotaini.

***
Kantor Perwakilan Kontraktor,
“bagaimana progresskita, Pak Toni ?” Arman bertanya antusias, wajahnya menyeringai. Dengan seringai khasnya itu, muka tampannya seakan-akan terlihat semakin culas. Helm warna putih yang menjadi mahkota pemikat wibawa masih menempel di atas kepalanya.


Toni yang ditanya malah tertegun. Berbeda dengan mata Arman yang terlihat antusias, mata Toni malah meredup. Adaguratan lelah dan jengah tergambar. Dari tiap tarik-hembus nafas yang panjang, ada gerak-gerik yang mengatakan bahwa Toni merasa kalah. Toni sudah letih dan berada di titik jenuh. Dan ia ingin menyerah atau berubah haluan. Sementara gulungan gambar construction hasil proses detail engineering design tergeletak di atas mejanya. Gambar plot plan serta grading plan terbentang gagah. Sementara di ruangan depan, terpajang maketMall Bentos yang dikungkung kotak kaca hingga nampak anggun memikat.

Lebih dari sepuluh detik –waktu membisu di antara keduanya. Toni masih bernafas panjang, Arman masih memperlihatkan wajah culasnya.

“Pak Arman,” Toni akhirnya berkata kepada asistennya itu, tepat setelah nafas panjangnya terhembus.  Wajah kusut Toni menoleh ke Arman. Sementara wajah yang ditatapnya berusaha menafsir keheranan.

“kenapa Pak, sepertinya ada hal yang mengganjal pikiran Pak Toni,” Arman berkata enteng.
“entah lah Pak, rasa-rasanya saya mulai malas berada di sini,” Toni menjawab dengan kata-kata yang seolah dilempar cepat dari mulutnya.
“Aneh sekali Pak Toni ini. Sebentar lagi kita dapat megabonus, Pak !! Setelah pemancangan Bentos !!” berbinar mata Arman mengucapkannya.
“Ya. Bonus besar plus tiket masuk neraka,” Toni menanggapi
“tiket masuk neraka ??!!”,
“hahahahaha ! hahahahahha !!” seketika tawa Arman meledak.

Sementara Toni terpekur linglung. Ia teringat pengalamannya selama ini.

“Kalau mau mikir surga atau neraka jangan sekarang, Pak. nanti saja kalau kita sudah jompo. Sekarang ini yang penting kita nikmati kesempatan selagi bisa,” suara Arman mulai meninggi. Dadanya terbusung menyaksikan senyum pahit Toni.
“kenapa Pak ? kenapa ? takut dosa ??!!. Kita tebus semuanya secara aritmatik. Kasihlah amal sebanyak-banyaknya,” Arman terus nerocos tak karuan.
“Kalau perlu sesekali kita sisihkan sisa uang buat nabung naik haji. Nanti kita tobat disana Pak ! di tanah suci ! kalau perlu sampai jidat kita benjol bersujud disana ! hahhahahaha. Dosa kita pasti diampuni !!! “ Arman terus berkhotbah
“sinting !!” Toni mengumpat sekenanya.
“malah lebih sinting kalau kita tak bisa cari makan di jaman edan seperti ini, Pak !   siapa yang kasih makan anak-anak kita ?  ustad atau tukang ceramah ? hahhh !!!! uang tidak dibagi gratis di masjid !”,

“anggap sajalah kesintingan kita ini masih pantas, masih bisa ditoleransi ! toh masih banyak yang  jadi maling anggaran rakyat ! kita ini cuma insinyur yang membabu di perusahaan orang !! Babu, Pak !! Babu !!! tidak lebih dari sekedar jongos yang rada pintar ilmu,“

“tetapi kita ini insinyur yang  ikut andil melenyapkan hak-hak publik !!” Toni mencoba melawan setelah telinganya jengah dihujami kalimat tengik Arman.

“halaahh !  sudahlah Pak !!” Arman memotong seketika
“dijaman seperti ini, anggap saja kita sedang tersesat di hutan belantara. Makan babi pun halal   ! ya, betul itu ! tepat sekali ! kita ini sedang makan babi ketika tersesat di hutan belantara !”
“sinting !” Toni mengumpat berkali-kali
“hahahaha. Sudahlah Pak Toni, kita ini sudah ditakdir menjadi mata rantai kesintingan. Yang penting semuanya jangan dimasukkan hati. Kita jalani saja ! sesekali lah, sumbang anak yatim biar impas dosa kita !!! ”

Toni lebih memilih diam. Muak rasanya mendengar kalimat sinis Arman. Suara asistennya itu terdengar mirip cacian kepada dirinya yang telah murtad dari idealisme.

“Pak Toni, sepertinya minggu-minggu ini kita akan mencapai fase puncak. Ekskalasi penolakan masyarakat akan terjadi. Tapi tenang saja, rencana yang Bapak susun telah matang,” Arman mengalihkan perhatian setelah menyaksikan tundukan kepala Toni.

“ya. Aktivis lingkungan sudah menyerbu gedung legislasi,“ Toni akhirnya menatap wajah Arman
“mereka pasti geram Pak ! geram dengan Dewan yang goblok ! hahahaha. Kita sendiri mengakui kalau mereka itu goblok ! bukan begitu, Pak ?”
Toni lebih memilih diam tak menanggapi. Ia masih berpikir keras.
“kabarnya mulai hari ini warung-warung di Jalan Pahlawan akan disikat habis oleh Tramtib. Benar itu ?”
“betul Pak ! rata-rata warung bobrok  itu milik mahasiswa !  toh mereka tak punya ijin berdagang di sepanjang Jalan Pahlawan. Mereka yang sebelumnya menolak bangunan Mall, kita balas dengan meratakan warung mereka ! benar-benar jitu taktik kawan-kawan ! biar saja mahasiswa itu mengamuk,” suara Arman seperti mengerat dendam

“bagaimana progres kawan-kawan di lapangan?” Toni meminta konfirmasi.
“hahahaha. Mereka itu ahlinya Pak Toni ! jangan khawatir. Mereka tak pernah gagal. Pak Toni sendiri sudah tahu,” Arman menunggu reaksi Toni
“ya. Mereka memang ahli sekali dalam hal ini. Barangkali kalau mereka lahir di jaman VOC, mereka akan menjadi orang yang paling dicari,”
“hahahahahhaah ! bisa saja Pak Toni. Tapi betul itu ! mereka pasti masuk daftar orang paling dicari karena kelihaian dan kelicikannya. VOC pasti takut kesaingan ! hahahahaha ! Mereka memang licin Pak, bener-bener licin ! Provokator handal sekaligus konspirator ulung !” Arman lepas tertawa melihat senyum kecut Toni
“ya. aku sudah pernah menyaksikannya,” kini Toni mulai memasuki karakter aslinya yang dipenuhi karat-karat konspirasi.

“posisi kita sudah sampai mana sekarang ?” Toni lanjut bertanya
“ini Pak ! daftar dari Pak Bembi ! orang-orang sembelihan kita di pemerintahan, dan ini lagi, daftar dari Pak Misto, disitu ada nama-nama orang yang akan mengendalikan gerakan tandingan kalau aksi penolakan Mall terjadi,”
“kalau Pak Ramin ?”
“Oh ya ! Pak Ramin titip pesen agar jangan khawatir dengan media yang ada ! mereka sudah tutup mulut. Bahkan sebelum pemancangan dimulai, iklan kita dipastikan akan terpampang di koran POSINDO
“yakin tak ada ekses negatif ?” Toni meminta konfirmasi
“ah ! Kalaupun nanti ada berita, pastilah sudah diminimalisir. Cuma ada ganjalan Pak, ada situs liar yang omongannya ngaco dan butuh disumpal !”
“situs ?!! situs internet ?!! “
“ya, Pak  situs internet “
“siapa bikin ?” kening Toni berkerut
“kata Pak Ramin itu mungkin buatan LSM, atau bisa juga dari mahasiswa di sekitar jalan Pahlawan”
“Pak Arman lihat isinya ?”,
“belum Pak ! mari kita lihat ..“
***


Toni bergeram diri. Ia tak bisa menyembunyikan kekecewaan tatkala menyaksikan sebuah situs liar –telah menjadi basis perlawanan perang opini yang mereka lancarkan.

“kalau situs milik kita apa sudah jadi ?” Toni berusaha mengobati kekecewaan
“oh tentu ! malah sudah seminggu diluncurkan, sesuai instruksi dari direksi. Jauh hari sebelum pemancangan tiang pondasi kita sudah harus meluncurkan situs website untuk menarik pembeli”
“coba lihat ! apa namanya ? saya lupa ...” Toni meletakkan jemarinya di atas keyboard.
“www.mallbentos.com”
Toni kemudian mengetik abjad sesuai dengan yang diucapkan Arman. Jari-jarinya lincah menaut papan keyboard.

“apa ini !!!??” Toni tersentak menyaksikan isi website
“bangsat ! pasti ada yang main-main, Pak !” Arman tak bisa menyembunyikan keterjutannya. Ia benar-benar marah.
“aku kemarin mendengar portal informasi Penguasa juga dibajak seperti ini ! malah gambar Pak Penguasa diganti gambar monyet,” Toni menarik nafas panjang sambil menatap Arman.
“bajingan tengik itu segera kita bereskan, Pak !“ Arman berusaha menyenangkan hati Toni.
“secepatnya bereskan ! jangan sampai berlarut-larut,“ Toni berkata pelan. Ia nampak capek.

***
Gedung Pertemuan Pemuda Pengging,

Berpuluh pemuda berdesakan seperti laron mengelilingi cahaya. Keringat mereka membasahi pelipis hingga menetes melalui ujung rambut yang meruncing. Hawa gedung pertemuan terasa panas, dada mereka juga panas. Mereka datang tidak untuk mendengar berita nisbi ataupun kabar palsu. Mereka datang menggenggam harapan yang kuat.

Demikianlah adanya. Mereka datang atas undangan tiga lelaki yang sejak seminggu lalu menjanjikan “kabar baik”. Mereka menunggu sesuatu. Memuaskan rasa penasaran atas desas-desus yang semoga menjadi kenyataan. Kepentingan ekonomi berada di atas segalanya, bahkan jauh diatas sesuatu yang bernama kenyamanan. Manusia butuh prioritas. Dan yang bertengger diurutan pertama dalam prioritas hidup adalah kemudahan memenuhi lambung perut. Ya, masalah perut. Sebuah permasalahan primitif yang mampu membangkitkan watak paling barbar dalam diri manusia ketika keseimbangannya terganggu.

“apa yang kau janjikan, Pak !” lelaki berkaus hitam bergambar tengkorak berteriak lantang. Suaranya kian tak sabar.
“iya hoi ! cepat ! kami sudah kegerahan,” lelaki berbadan gempal di sampingnya ikut bersuara.
“dari tadi kami disuruh datang ! tapi sampai sekarang masih diam-diam saja,” lelaki berkaus hitam gambar tengkorak bersuara lagi.
“lapar Bos !! panaaasss !” salah seorang berwajah lusuh memukul-mukul bangku menggunakan sisa kaki kursi yang patah. Kelopak matanya cekung. Ia tak sabar memendam gusar.
“sabar Bapak Ibu sekalian  ... dimohon pengertiannya,” Dua lelaki yang duduk di depan forum mulai celingukan.
“duhh .. cepetan mas ! nunggu apa lagi sih,” para  ibu mulai berteriak bersahut-sahutan sambil mengipas-ngipas telapak tangan.

Sikap tak tegas dari dua lelaki itu semakin menambah geram massa yang berkumpul sejak dua jam tadi. Hanya segelas air mineral yang disuguhkan. Seluruh massa yang datang mulai menahan lapar.

“bagaimana ini, Pak Bos  !” kecemasan menggelayuti lelaki berwajah tirus, salah seorang dari dua lelaki yang sedang duduk di depan forum.
“sebentar lagi, tenang saja. Justru inilah saat-saat yang kita tunggu. Biar mereka mereka diambang bosan,”
“mereka bisa marah, Pak Bos“ lagi lagi lelaki tirus meminta lelaki yang dipanggilnya Pak Bos untuk segera bertindak
“tidak. Mereka tak akan marah, percayalah. Mereka sedang butuh”

“sebentar Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian !, kita sedang menunggu atasan saya. Diharap semua yang hadir bisa bersabar,” lelaki yang dipanggil Pak Bos tiba-tiba bangkit dari duduk dan berteriak menenangkan.

“wooooo !!!” seluruh yang hadir semakin panas, bahkan di belakang forum terdengar kalimat umpatan mulai bersahutan

Tiba-tiba terdengar suara mobil melaju pelan. Dari kejauhan suara itu semakin keras semakin jelas, hingga kemudian nampaklah sebuah mobil berhenti tepat di halaman gedung pertemuan. Kedua lelaki yang sedari tadi menunggu kedatangan mobil itu langsung tergopoh menyongsong.

 “Pak Misto, untunglah Bapak segera datang,” lelaki berwajah tirus nampak lega. 
“hahaha. Kenapa ? takut digebuki ?” Pak Misto faham benar dengan masalah anak buahnya
“mereka sudah tak sabar. Bener kan, Pak Bos ?“ lelaki tirus menyeringai
“hahaha tenang saja. Ini memang yang kita cari,” Pak Misto menenangkan
“nah ! betul kan kataku tadi ?” lelaki yang di Panggil Pak Bos dadanya seakan terkembang.

Pak Misto kemudian berjalan gagah mengumbar senyum. Sementara anak buahnya menyusul seperti anak anjing di belakang induknya. Tak dipedulikan wajah-wajah kecut yang terpampang menghakiminya. Pak Misto tak ambil pusing.

“Bapak-Bapak sekalian, beliau yang kita tunggu sudah datang. Saya perkenalkan, beliau adalah Pak Misto. Salah satu pejabat penting di proyek yang akan segera dibangun di kota kita,” lelaki yang dipanggil Pak Bos berdiri di depan forum. Badannya melengkung dengan raut muka sedikit grogi. 
“cepetan !”
“banyak omong !!”
Lagi-lagi terdengar umpatan bersahutan menanggapinya
“oke-oke. Untuk mempercepat waktu, saya persilahkan Pak Misto”

Lelaki yang bernama Misto terus mengumbar senyum lebar. Ia tak mempedulikan seluruh cacian-umpatan yang ditujukan kepada anak buahnya. Hal seperti ini terlalu sering ia saksikan.

“oke Bapak-Bapak dan ibu-ibu. Pertama-tama saya ucapkan selamat. Saya mengucapkan selamat kepada Bapak-Ibu karena akan segera menjadi saksi hidup dari pembangunan fasilitas publik termegah di Kotaini, yaitu BENTOS ! kependekan dari : BENEFIT TOWN SQUARE.  Dan tentunya, Bapak-bapak akan lebih berbahagia karena lokasi berdirinya Bentos berada di wilayah administrasi kampung Bapak ! yaitu kampung Pengging“

Seluruh yang hadir saling berpandangan berusaha menafsir penasaran.  

“tentunya saya mengundang Bapak-Ibu sekalian dengan membawa kabar gembira. Seperti kita tahu dalam sebuah pembangunan, pastilah cipratan keuntungan akan mengalir kepada masyarakat sekitar lokasi pembangunan”

”dengan kehadiran Bentos. Kampung ini akan ramai. Tentunya hal itu menambah kesempatan dalam berniaga. Saya yakin nantinya bermunculan toko-toko karena tarikan ekonomi Bentos. Akan tetapi , Pak Misto mengambil jeda dan mengambil nafas.

“kabar yang paling baik sebenarnya bukan itu. Dengan berdirinya Bentos sebagai pusat perbelanjaan termegah dan termewah, secara otomatis akan menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Ratusan jumlahnya ! bahkan tidak tertutup kemungkinan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan mencapai seribu lebih. Dan siapa yang mendapat skala prioritas ?” Pak Misto melempar pertanyaan yang membuai. Seluruh yang hadir tersihir oleh tawaran surga dari Pak Misto. Mereka saling berpandangan.

“yang mendapat skala prioritas menjadi karyawan Bentos adalah warga di sekitar Bentos. Yaitu Bapak dan Ibu sekalian. Warga kampung Pengging !!”

Suasana mulai ramai. Ada kegembiraan, ada kekhawatiran. Bahkan muncul pula ketidakpercayaan dengan mulut lelaki asing di depan mereka.

“ahamdulillah !”
“yang bener ?”
“ini pasti taktik, Dir ! orang-orang kaya selalu begitu”

Bisik suara mulai berpilinan. Kegamangan bertindihan.

“mungkin Bapak-Ibu mengira saya pembual. tapi saya berdiri disini bukan atas nama omong kosong. Tapi janji saya merupakan sumpah !. Ya ! yang saya ucapkan ini merupakan sumpah !”,

“mulai minggu depan, silahkan putra-putri Bapak mendaftarkan diri menjadi pegawai di Mall Bentos. Demikian juga dengan pemuda-pemuda yang ada ! silahkan daftar semua ! saya tak akan halangi !. bahkan nanti semuanya akan saya kasih rekomendasi ! saya kasih katabelece !”

Suara mulai bergemuruh. Adaperasaan ganjil dengan janji lelaki asing bernama Misto itu. Tetapi kata-kata yang diucapkan mampu menyemai harapan baru. Dan mereka terus memperbincangkan mimpi tatkala Pak Misto undur diri dari depan forum. Lelaki asing itu meninggalkan secarik kertas yang berisi pengumuman pendaftaran bagi pegawai Mall Bentos. Kabar yang membuai, kabar laksana tiupan semilir angin di kala panas dan letih menjerang.


“Pak Misto benar-benar luarrrr biasa !!! ” lelaki berwajah tirus menggelengkan kepala terkesan menjilat.
“hahaha. Bisa saja mulutmu,”
“apakah janji dari atasan memang begitu, Pak ?” Lelaki yang dipanggil Pak Bos menyelidik.
“ya. mereka akan dikontrak selama satu tahun. Setelah itu, baru kita pecat satu persatu”
“luarrrr biasaaa !!! luarrr biasaaa !!!” lelaki berwajah tirus terus terkagum menggelengkan kepala.
“selanjutnya giliran kamu ! nanti kalau saya kontak, siapkan mereka untuk melawan  begundal-begundal penentang Bentos”
“Cuma mereka Pak ?”,
“Goblok ! mereka itu cuma Pion ! yang bergerak di lapangan orang-orang ku !” Pak Misto cengar cengir serupa kancil mengakali buaya.
“siapa mereka Pak ?”
“Goblok ! ya mesti Preman  ! kau pikir Nenek nyusur !”
“hahahahaha !” ketiga lelaki itu tertawa berbarengan. Dada mereka berguncangan.  
“tukang kemplang orang mbacot ,Pak !” lelaki tirus berceloteh sekenanya.
“ya ya ! pinter-pinter ! mereka sudah makan korban di depan gedung legislasi ! satu aktivis lingkungan kena tabok tiga hari lalu !!! “
“hahaha !!! ya, Pak !! saya dengar itu !!” Pak Bos tertawa ringan. Sementara lelaki tirus mengernyitkan dahi tanda tak mengerti
“kamu mesti sering –sering baca Koran !!! ” telunjuk tangan Pak Misto mengetuk dahi lelaki tirus berulang-ulang. Sekali lagi serupa kaki kancil yang menetak kepala buaya berulang-ulang.

***

Dalam tempo tiga hari setelahnya, revolusi kecil berputar cepat, membanjiri kehidupan sehari-hari banyak pihak. Marah bercampur marah, geram dan hawa panas bertindih-tindih. Harapan sekaligus janji manis memupuk asa hingga terbang ke langit tertinggi, sementara di satu tempat yang lain, kemampuan otak diperas memenuhi naluri alamiah diserang ataukah menyerang.

Di tengah detak waktu yang menunggu ledakan bom waktu, masih saja ada manusia yang merasa tak terbebani. Manusia itu adalah Damar.
Ya. Senyum Damar saat ini sedang terkembang. Di sofa empuk Café Umbrella jemari lelaki coklat itu bertautan menyentuhi papan keyboard, ia pun tersenyum sendiri. Sementara di belakang meja resepsionis, Winna tersenyum keheranan. Ia begitu heran dengan tingkah pengunjung setia yang satu ini. Winna tahu betul kebiasaan lelaki itu. Duduk di sofa empuk dan menghabiskan paling sedikit lima botol teh dingin. Lelaki itu tak punya kawan bicara, bahkan terkadang bergumam sendiri persis dukun sakti memerintah jin perewangan.

Jemari Damar terus menari di atas papan keyboard. Sesekali tangannya menyaut teh botol di depannya.

Mercusuar             : thanks Bro ! sejak seminggu lalu musuh berantakan!
Paman gembul      : yup ! tenang aja. itu kawan-kawan turun semua bantuin lu
Mercusuar             : wakakakak. Sip ! paten juga serangannya ! susah di defuse
Paman gembul      : sapa dulu panglimanya.  Paman gitu loh !

Damar tertawa kecil membaca komentar di layar laptop.

Mercusuar             : lu udah dapet mangsa lagi ?
Paman gembul      : hehehe. Tau aja kalo gua lagi bokek ! emang lu punya target ?
Mercusuar             : nih gua kasih. tapi lu jangan lupa fakir miskin dan anak terlantar.
Paman gembul      : so pasti ! 2.5 % ditransfer buat amal sedekah Robinhood
Mercusuar             : yah 2.5 %  pelit amat. kaya PPh aja

Damar lagi-lagi tertawa kecil membaca tulisan percakapannya dengan Paman Gembul. Namun tiba-tiba website-nya seakan mati suri.

“kenapa ini ?!” hatinya berdesir. Kini kedua alisnya bertemu. Damar tahu ada penyusup memasuki daerah kekuasaannya. Dan untunglah ia terjaga.  

“kelas teri !” umpat Damar dalam hati. Ia tersenyum culas lantaran kegeraman menancap di hatinya. Bagai seekor harimau yang gemas melihat kijang, gigi taring Damar beradu dan berderit pelan. Ia dilingkupi hasrat membunuh.

Lewat tarian jemari di atas keyboard, Damar melesat cepat mengendus jejak penyusup melalui kode-kode pemrograman. Hasratnya semakin kuat, ia semakin kehausan, dan rasa haus itu hanya mampu dihapus dengan tertangkapnya musuh lewat tangannya.

Mercusuar                               : Man ! bantuin gua Man ! serangan lu gagal ! udah tahu ?
Paman gembul                        : beneran ?  jangan ngaco lu ah !     
Mercusuar                               : dibilangin nggak percaya ! mulai barusan kayaknya !
Paman gembul                        : tungg-tunggu ..   gua liat dulu !

Alis mata Damar bertemu. Ia mengerutkan kening. Jari-jarinya bertautan seperti mencari sebatang jarum yang terjatuh di tumpukan jerami.
    
Paman gembul                        : Bener kata lu ! hebat juga serangan gua bisa didefuse !    
Mercusuar                               : ya sudah, hajar lagi ! Lu kandestroyer sejati ! gua kurang sakti kalo masalah itu  
Paman gembul                        : heheheh ! dasar tukang kunci ! tahunya bikin kunci jiplakan !
Mercusuar                               : Ampun deh ! gua ngaku kalah sama lu kalo urusan attack and defuse !
Paman Gembul                       : oke ! sekarang lu kasih tahu siapa centeng nya ! biar gua libas ! mana orangnya !!!
Mercusuar                               :www.cybersecure.com, www.ptinformatik.co.id,
Paman Gembul                       : sip ! tak lebih lama dari 10 menit. Lu boleh hitung pake stopwatch !
Mercusuar                               : sombong lu ah  ! wakakakaka
Paman Gembul                       : no comment dah !. Just wait and see, Bro  !!! 

Damar berhasil mengetahui identitas pembobol yang berusaha melumpuhkan websitenya. Bahkan dilihatnya website informasi Penguasa telah pulih dari serangan cyber Paman Gembul. Ia menahan marah. Dirasanya jiwa welas asih sebagai cracker telah luntur melihat polah tingkah Penguasa dan Pemodal terkait masalah Bentos.
 
Mercusuar                               : Man ! jangan cuma lu bakar berandanya  !
Paman gembul                        : maksud lu apa  ?
Mercusuar                               : Lu Bakar aja sampai jadi abu ! biar mampus sekalian ! serangan lu kan udah berhasil ditangkis ! jangan sampe gagal lagi ! malu maluin  diri lu aja !
Paman Gembul                       : eh sialan ! ngledek lu ! tapi lu beneran mau dibikin babak belur tuh website ?!
Mercusuar                               : beneran ! gua sepakat kali ini !
Paman Gembul                       : tumben lu jadi kejam ! hehehehhehe
Mercusuar                               : halaaahh udah buruan ..

Dan benar saja. Tak butuh waktu lama, seluruh website yang berhubungan dengan aktivitas Penguasa telah lumpuh. Bahkan kini hanya tinggal rongsokan website yang menyisakan gambar monyet berwajah Penguasa Kota.  Sementara di sekeliling gambar terlihat nyala api yang mengelilingi monyet jadi-jadian itu. Dan yang lebih menyakitkan, di bawah kaki monyet terdapat tulisan :

DARI MONYET UNTUK MONYET DAN OLEH MONYET !!!!

Damar tertawa lepas. Jarang sekali ia tertawa lepas ketika beraksi di depan laptopnya. Dan Winna merasa heran, perempuan itu perlahan melangkah mndekati Damar yang tak seberapa dikenalnya. Perempuan berparas manis itu penasaran.

“kenapa, Mas ?”,
“lucu ! lucu !” telunjuk Damar menunjuk layar laptop sambil tertawa lebar. Lagi-lagi tangannya meraih teh botoh dingin di depannya. Ia meneguk langsung.
“apanya yang lucu ?” Winna masih merasa penasaran
“nih !”, Damar menggeser arah hadap laptop hingga menghadap Winna. Perempuan berparas manis itu tersenyum. Tapi ada rasa heran dalam dirinya melihat gambar monyet jadi-jadian.
“siapa sih, kurang kerjaan banget !” Winna berkomentar lembut
“gua kagak ngarti, Neng !” Damar mengangkat bahu tanpa merasa berdosa.

Sementara di ujung tempat yang lain, terpisah ruang dan jarak yang jauh. Masih berseragam SMU,  seorang anak kurus kering berkaca mata tebal mengedip-ngedipkan mata dengan cepat. Ia terkonsentrasi pada satu masalah yang dianggapnya pelik. Tangan-tangannya menari secepat-cepatnya tanpa kesalahan sedikitpun. Matanya tak lepas dari monitor di depannya.
“Bul ! makan dulu Bul !” perempuan yang masih lumayan muda berteriak
“ya Bu ! sebentaaaar !” si kurus kering berteriak dongkol.
“kau ini susah sekali makan !”  perempuan itu mendekati anak semata wayangnya. Ia kini telah berdiri di depan pintu kamar yang terbuka.
“aduh-aduh ! bajumu sudah bau dan warnanya ! ah kau ini ! copot-copot ! makanya sepulang sekolang langsung ganti baju !!! jangan terus nangkring di depan komputer !! ” perempuan itu mengamuk
“ah ibu ! sebentar lah !” anak ceking berontak. Namun perempuan itu tak menyerah. Dibukanya baju anak itu setengah memaksa. Ia sudah hafal dengan kelakuan anaknya yang sering seenaknya sendiri.

Ibu itu akhirnya menenteng baju kotor yang di dada sebelah kanannya bertuliskan BABUL AMAN, nama anak semata wayangnya yang masih saja duduk di kelas 2 SMU setelah tak naik kelas tiga kali.

Mercusuar                   : Man ! Man ! lu udah bikin bangkrut dua perusahaan cyber Man !
Paman Gembul           : maksud lu apa ?
Mercusuar                   : www.cybersecure.com, www.ptinformatik.co.id
Paman Gembul           : seleksi alam ! teori darwin! siapa loyo dia K.O
Mercusuar                   : wakakaka. Bisa aja Lu  !

Di sudut tempat yang jauh, di sofa café Umbrella, Damar sang Mercusuar tersenyum lepas.

Sementara suara sepatu dari langkah kaki Winna mulai menjauh. Perempuan berparas manis itu memutar lagu Some Kind of Wonderfull, Peter Cincotti. Sementara Café masih sepi pengunjung. Sementara hati Damar bersorak kegirangan.


***

Posting Komentar

 
Top